MK Sebut KPK Bisa Seret Kasus Korupsi di TNI hingga Pengadilan, Asal...

Jum'at, 29 November 2024 | 14:35 WIB
MK Sebut KPK Bisa Seret Kasus Korupsi di TNI hingga Pengadilan, Asal...
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhak mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Pengusutan itu bisa dilakukan KPK jika sejak awal memang menangani kasus dugaan korupsi di TNI. 

Penegasan tersebut merupakan pemaknaan baru Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU 30/2002). MK mengabulkan sebagian perkara uji materi Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh seorang advokat, Gugum Ridho Putra.

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberikan konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/11/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberikan konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/11/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Pasal 42 UU 30/2002 semula hanya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”

Baca Juga: Trending di X, 'Bantuan Wapres Gibran' Disorot karena Plek Ketiplek Banpres Jokowi: Prabowo Diam Aja?

MK memutuskan, pasal tersebut bertentangan secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga ditambahkan frasa penegasan pada bagian akhir yang berbunyi, “Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan, persoalan dalam perkara korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer atau dikenal juga dengan istilah korupsi koneksitas, bersumber dari penafsiran yang berbeda-beda di antara penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 UU 30/2002.

Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat (7/7/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat (7/7/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Padahal, menurut MK, jika ketentuan pasal tersebut dipahami secara gramatikal, teleologis, dan sistematis, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi dari unsur sipil dan militer.

Mahkamah menilai, persoalan dalam perkara korupsi koneksitas tidak hanya mencakup kepatuhan terhadap norma hukum, tetapi juga mencakup kepatuhan penegak hukum saat bekerja dalam proses penegakan hukum.

“Dalam hal ini, penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mengesampingkan budaya sungkan atau ewuh pakewuh, terutama untuk hal-hal yang sudah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan,” ucap Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Baca Juga: Tudingan Keras! 'Partai Cokelat' jadi Alat Politik, Elite PDIP Sebut Budaya Jokowisme Bikin Pemilu Cacat

Oleh karena itu, MK memandang perlu untuk memberi penegasan terhadap Pasal 42 UU 30/2002.

Menurut MK, pasal tersebut harus dipahami sebagai ketentuan yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi, sepanjang kasus itu ditemukan/dimulai oleh KPK.

Artinya, sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer yang penanganannya sejak awal dilakukan atau dimulai oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK,” kata Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum MK.

Dengan demikian Pasal 42 UU 30/2002 menjadi selengkapnya berbunyi, “KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Dengan penegasan demikian, MK berharap tidak ada lagi keraguan bagi KPK untuk menjalankan kewenangannya jika menangani perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer, sepanjang proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal oleh KPK. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI