Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengutuk keras penembakan oleh anggota Polri terhadap warga sipil yang terjadi di Semarang dan Bangka Belitung.
KontraS menilai jika adanya peristiwa tersebut menambah daftar oknum polisi sewenang-wenang gunakan senjata.
"Dua peristiwa tersebut menambah daftar panjang tindakan anggota kepolisian yang sewenang-wenang menggunakan senjata api hingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara," kata Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, dalam keterangannya kepada Suara.com, Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, Polri harus menghukum berat para anggota yang terlibat, menjatuhkan hukuman Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Baca Juga: Dulu Koar-koar Minta Rp 20 T, Peran Natalius Pigai di Kasus Penembakan Siswa SMK Dipertanyakan
"Dan melakukan proses hukum melalui kewenangan penyelidikan dan penyidikan untuk dipertanggungjawabkan secara pidana," tegasnya.
Atas dua peristiwa penembakan tersebut, kata dia, KontraS menilai bahwa tindakan penembakan yang terjadi merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sangat serius.
"Polisi telah melakukan pembunuhan diluar hukum (extrajudicial killing atau unlawful killing). Selain melanggar HAM, kedua anggota dalam peristiwa tersebut melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan hingga prinsip-prinsip internasional, yakni terlanggarnya hak untuk hidup bagi korban, sebagaimana yang diatur dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 (UU 12/2005)," ujarnya.
Terhadap penembakan yang khususnya menimpa Gamma Rizkynata Oktafandy seorang anggota Paskibra SMKN 4 Semarang, menurutnya, anggota kepolisian melanggar Pasal 37 Kovenan Internasional tentang Hak Anak atau The Convention on the Rights of the Child.
Bunyi yang menyatakan setiap anak yang melanggar hukum, atau dituduh melanggar hukum, tidak boleh diperlakukan dengan kejam atau dengan tindakan yang dapat melukai.
Anggota Kepolisian seharusnya, kata dia, tidak menjadi agen Algojo Negara dan melakukan perampasan nyawa warganegara dengan sewenang-wenang, sebab melanggar hak untuk hidup yang seharusnya tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
"Aparat yang melakukan penembakan hingga hilangnya nyawa dalam dua kasus di atas juga Melanggar prinsip penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dimana ada prinsip yang harus dihormati yakni legalitas (sesuai hukum yang berlaku), nesesistas (situasi yang tak dapat dihindarkan), dan proposionalias (menghindari timbulnya kerugian, korban, atau penderitaan yang berlebihan)," katanya.
"Tak hanya itu, kami juga menilai dalam dua peristiwa tersebut Anggota Polri yang menjadi pelaku penembakan telah melanggar ketentuan seperti diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri (Perkap 8/2009). Dalam Pasal 48 huruf b Perkap 8/2009, disebutkan bahwa senjata api hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia," Dimas menambahkan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian harus melalui prosedur sebagaimana telah diatur dalam kedua perkap tersebut, dengan maksud untuk menghentikan dan menghindari jatuhnya korban.
"Dalam dua kasus di atas, kami menilai penggunaan senjata api yang menyebabkan korban jiwa dan luka telah digunakan aparat kepolisian tidak sesuai dengan prosedur. Seharusnya penggunaan senjata oleh institusi kepolisian disesuaikan dengan prinsip penggunaannya termasuk tata cara ketika senjata tersebut digunakan," kata Dimas.
"Kami menekankan bahwa berulangnya peristiwa serupa yang pernah terjadi disebabkan karena proses penuntasan kasusnya tidak dilakukan secara transparan dan berkeadilan. Kami menuntut agar para pelaku dapat diberikan hukuman berat, tidak hanya sanksi etik yang berujung pada pemberhentian secara tidak hormat, namun juga penegakan hukum melalui peradilan umum," pungkasnya.
Sebelumnya terbaru seorang pria di Bangka Barat Bernama Beni (45) tewas diduga ditembak oleh anggota Brimob Polda Kepulauan Bangka Belitung pada Minggu (24/11/2024).
Penembakan pada Warga Desa Tunggang, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, terjadi setelah Beni dituduh mencuri buah sawit di perkebunan milik PT BPL.