Ibu di Gaza Melahirkan di Tengah Banjir dan Serangan Israel: Apa Salah Kami?

Aprilo Ade Wismoyo Suara.Com
Jum'at, 29 November 2024 | 07:51 WIB
Ibu di Gaza Melahirkan di Tengah Banjir dan Serangan Israel: Apa Salah Kami?
Banjir di Gaza (X)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Musim hujan di Gaza menjadi sumber penderitaan baru bagi warganya. Di tengah kecamuk agresi Israel, mereka harus berjibaku dengan cuaca yang tak bersahabat.

"Kami melarikan diri dari penembakan Israel dan kematian di Gaza, tetapi kini kami terjebak dalam hujan dan air laut," keluh Abbas Lafi (50), seorang pengungsi Palestina yang tinggal di Khan Younis.

Ayah dari tujuh anak tersebut menceritakan kepada Xinhua bahwa ia bangun tengah malam dan melihat keluarganya terendam air, dengan kasur dan barang-barang basah dalam tenda mereka, hanya beberapa bulan setelah mendirikan tenda di pesisir Mawasi, Khan Younis, Gaza selatan.

Meski tenda tersebut tidak mampu melindungi mereka dari cuaca dingin maupun panas, Lafi berusaha mengeluarkan air dari tenda dan menyelamatkan barang-barang yang mungkin bisa dirawat. Dia menambahkan bahwa sulit untuk mengganti kasur atau selimut karena kurangnya bantuan kemanusiaan.

Baca Juga: Gibran Blusukan ke Lokasi Banjir Kampung Melayu dan Cawang, Bagikan Sembako

Musab Sahweil, pengungsi lain di Khan Younis, juga mengalami hal serupa setelah meninggalkan rumahnya di Beit Hanoun, Gaza utara.

"Hujan dan air laut yang mengamuk membawa pergi segalanya, tenda, kasur, pakaian," ungkap pria berusia 39 tahun tersebut, sambil duduk di samping tendanya yang hancur dengan air mata mengalir. Setelah terbangun dari tidur karena banjir, keluarga Sahweil hanya bisa membawa sedikit barang dan pindah ke tenda saudaranya yang lebih jauh dari pantai.

Sebelum perang, ayah tiga anak ini berjuang untuk membangun rumahnya. "Tentara Israel menghancurkan rumah dan impian saya untuk kehidupan yang lebih baik," ucapnya. "Perang menjadikan saya tunawisma dan tak berdaya, bahkan tidak dapat menghidupi keluarga."

Di dekat tenda Sahweil, Sharifa Alwan, seorang ibu dari empat anak yang berusia 42 tahun, duduk di atas kasur yang mengapung, memeluk bayinya yang baru lahir. "Apa kesalahan kami hingga harus menerima penderitaan ini? Kenapa anak-anak kami harus menderita?" tanyanya.

Lafi, Sahweil, dan Alwan termasuk di antara puluhan ribu pengungsi Palestina yang mendirikan tenda di sepanjang pesisir selatan Gaza setelah peringatan dari militer Israel untuk meninggalkan rumah di utara.

Baca Juga: Bakal Hancurkan Hamas? JoeBiden Sepakat Jual Senjata Rp10,7 Triliun ke Israel

Ribuan tenda mereka tenggelam dan hancur akibat angin kencang yang baru-baru ini melanda Jalur Gaza.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Senin (25/11) mengungkapkan bahwa sekitar setengah juta orang di Gaza kini berisiko menghadapi banjir.

"Suhu udara menurun dan hujan mulai turun. Tidak ada tempat penampungan yang aman, selimut, atau pakaian hangat untuk meringankan penderitaan mereka," kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini di media sosial pada Selasa (26/11).

"Musim dingin di Gaza berarti orang-orang tidak hanya akan tewas karena serangan udara, penyakit, atau kelaparan. Musim dingin di Gaza akan mengakibatkan lebih banyak orang terancam kehilangan nyawa karena kedinginan, terutama mereka yang paling rentan, termasuk orang tua dan anak-anak," tambah Lazzarini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI