Suara.com - Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka berpotensi untuk dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya yang diduga sebagai pemilik akun Kaskus Fufufafa. Bahkan, Gibran disebut bisa dijerat dengan pasal pemakzulan jika terbukti sebagai pemilik akun Fufufafa.
Pernyataan itu diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti alias Bibip saat ditemui Jurnalis Suara.com di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Awalnya, Bibip menyebut memang sulit menyeret Gibran menggunakan pasal pidana karena bisa jadi tidak diproses oleh aparat penegak hukum. Namun, menurutnya, Gibran bisa dikenakan pasal pemakzulan 7A dan 7B sehingga dia bisa diturunkan dari jabatannya sebagai wapres.
Setelah itu, baru dilanjutkan prosea hukum lain terkait dugaan kepemilikan akun Fufufafa.
"Bedanya, pasal pidana pasti laporannya harus ke polisi dulu. Polisi, jaksa, terus pidana. Kalau pasal 7A dan 7B itu lebih banyak persoalan politiknya. Karena itu ada di konstitusi. Jadi pertama-tama kita harus menyajikan bukti dan argumen ke DPR dulu. Karena DPR yang harus ke MK," jelas Bivitri kepada Suara.com usai acara diskusi 'Pelanggaran Konstitusi, Etika, Fufufafa dan Akibat Hukumnya' di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa.
Namun, menggunakan pasal pemakzulan juga bukan perkara mudah. Karena dibutuhkan proses politik yang melibatkan DPR.
"Walaupun nanti secara hukum dibuktikan oleh MK, tapi lebih berat situasi politiknya pasti kalau pakai konstitusi," ujar Bivitri.
Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu mengatakan kalau cara tersebut bisa jadi berat karena gugatan pemakzulannya perlu dilakukan oleh anggota DPR. Namun, sebagaimana diketahui bahwa partai-partai di parlemen saat ini termasuk dalam koalisi pemerintah, kecuali PDI Perjuangan yang belum menyatakan sikap.
"Setelah dibaca petanya, ternyata pasal 7A dan 7B itu menunjukkan bahwa ini sangat berat untuk politiknya. Jadi kalau saya sih melihatnya ya paling satu, PDI perjuangan doang (oposisi). Itu juga masih setengah-setengah ya," tuturnya.
Oleh sebab itu, Bivitri mendorong adanya gerakan dari maayarakat sipil untuk mendorong pemakzulan tersebut.
"Saya kira akan sangat berat kalau ngarepinnya cuma DPR. Makanya alternatifnya yaitu gerakan oleh masyarakat sendiri. Itu yang masih kita dorong," pungkasnya.