Suara.com - Amnesty International menanggapi soal kasus penembakan yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian. Ada dua peristiwa penembakan yang dilakukan oleh aparat, yakni di Bangka Barat dan Semarang.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, pola kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian semakin mengkhwatirkan.
“Dua insiden di Semarang dan Bangka Barat ini mempertegas pola kekerasan polisi yang mengkhawatirkan, apalagi publik baru saja diguncang oleh kasus penembakan polisi senior terhadap polisi junior di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat,” kata Usman Hamid, dalam keterangannya, kepada Suara.com, Selasa (26/11/2024).
Rentetan peristiwa dalam waktu yang berdekatan ini, lanjut Usman, membuat pertanyaan besar soal kondisi di dalam tubuh Polri.
Baca Juga: Tewas Ditembak Polisi dan Disebut Gangster, Siswa SMK Semarang Dikenal Berprestasi dan Anak Piatu
“Apa yang salah dengan kepolisian kita? Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi, yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia,” ujar Usman.
Usman menilai, penggunaan senjata api di wilayah Semarang dalam menangani tawuran merupakan tindakan yang ilegal. Bahkan tindakan tersebut dinilai tidak proposiona, dan tidak akuntabilitas.
“Juga melanggar prinsip perlindungan hak asasi manusia. Kejadian ini berujung pada hilangnya nyawa seorang remaja dari kebijakan represif yang mengutamakan kekerasan dan senjata mematikan daripada solusi pengayoman dan pengamanan yang manusiawi,” terang Usman.
Sementara, peristiwa tembak mati terhadap pelaku pencurian buah kelapa sawit di Kabupaten Bangka Barat, merupakan bentuk penghukuman di luar proses hukum.
“Extra-judicial execution yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional dan internasional,” kata Usman.
Baca Juga: Instruksi Kapolri Soal Kasus Polisi Tembak Polisi di Polres Solok Selatan
Kejadian-kejadian itu, lanjut Usman, tidak dapat dianggap sebagai insiden terisolasi, tapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang cenderung represif.
“Kami mendesak DPR RI dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengevaluasi kinerja Polri dan kepemimpinan Polri dalam rangka memastikan adanya pertanggungjawaban hukum yang tuntas atas kasus-kasus penembakan ini,” tambahnya.