Suara.com - Persoalan keberlanjutan jalur zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dijanjikan bakal diumumkan pada Februari 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti usai upacara peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta pada Senin (25/11/2024).
"Sekarang masih dalam proses pengkajian. Mudah-mudahan pada bulan Februari sudah bisa kami umumkan, sehingga pada tahun ajaran baru 2025-2026 nanti keputusan tersebut dapat kami terapkan," katanya mengutip Antara.
Selain itu, ia mengemukakan bahwa sampai kini, masih belum memutuskan akan melanjutkan PPDB sistem zonasi dengan skema yang sudah berjalan, menghapuskan sama sekali, atau melanjutkan dengan beberapa revisi berdasarkan hasil kajian.
Baca Juga: Nasib PPDB Sistem Zonasi akan Diputuskan pada Februari 2025
Lebih lanjut, ia menambahkan, pihaknya sudah tiga kali melakukan kajian untuk mendengarkan masukan terkait sistem penerimaan peserta didik baru tersebut.
Pertama, dengan mengundang kepala dinas pendidikan dari Seluruh Indonesia. Kemudian mengundang para pakar untuk ikut memberikan masukan. Ketiga meminta masukan dari organisasi-organisasi masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan maupun organisasi profesi.
Sebelumnya diberitakan, mayoritas guru rupanya setuju Ujian Nasional (UN) dihapus dan sistem zonasi dalam pendaftaran peserta didik baru (PPDB) tetap dipertahankan. Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dengan responden guru.
Survei Zonasi dan UN
Survei tersebut melibatkan 912 responden guru yang terdiri dari 58,9 persen guru di jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Mereka tersebar di 15 provinsi. Adapun secara jenis kelamin, 56,4 persen responden guru perempuan dan 43,6 persen guru laki-laki. Survei dilakukan pada 17 – 22 November 2024 dengan menggunakan google form.
Baca Juga: FSGI Minta Prabowo Pertahankan Sistem Zonasi: Itu yang Paling Mendekati Prinsip Keadilan
Hasil dari survei menunjukan bahwa 87,6 persen responden setuju UN di hapus dan 12,4 persen setuju UN kembali dilaksanakan. Sedangkan 72,3 persen responden setuju PPDB Sistem Zonasi dipertahankan dan 27,7 persen setuju sistem zonasi dihapus.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkap berbagai risiko bila sistem zonasi dihapus, seperti yang diminta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Apabila PPDB sistem zonasi diganti atau dihapuskan, FSGI mempertanyakan jaminan terhadap mayoritas anak Indonesia bisa masuk ke sekolah negeri.
Sementara jumlah sekolah negeri pun masih terbatas. FSGI mencatat bahwa tidak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun.
"Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu," kata wakil Sekjen FSGI Mansur dalam keterangannya, Minggu (24/11/2024).
Sebelum adanya sistem zonasi, FSGI mengakui bahwa pelaksanaan PPDB memang nyaris tak ada gejolak selama 50 tahun.
Hal itu dinilai karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar. Akan tetapi, kehadiran negara minim dalam menyediakan sekolah negeri yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, sistem PPDB sebelumnya juga dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.
"Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya," lanjut Mansur.
Hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun justru menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya Pendidikan lebih tinggi karena tak berhasil menembus sekolah negeri karena kalah nilai.
Sebelumnya pada Jumat (22/11/2024)lalu, Komisi X DPR RI menilai bahwa penghapusan sistem zonasi sekolah dalam PPDB harus mempertimbangkan beragam aspirasi, mulai dari masyarakat hingga pemerintah, agar implementasinya benar-benar berdampak positif bagi pendidikan di Indonesia.
"Kami berpandangan sebaiknya kita mendengar pendapat publik dan stakeholder, dengan mengundang para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen Abdul Mu'ti, dinas-dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, dan pemerhati pendidikan, untuk membahas efektivitas zonasi serta keluhan masyarakat," kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian.
Pernytaan Hetifah tersebut menanggapi permintaan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kepada Mendikdasmen Abdul Mu'ti untuk menghilangkan sistem PPDB Zonasi.
"Jika sistem zonasi dianggap tidak efektif diperlukan alternatif yang lebih adil, seperti seleksi berbasis nilai (PPDB jalur prestasi diperkuat) atau dengan tambahan kuota afirmasi bagi siswa dari keluarga tidak mampu (PPDB jalur afirmasi)," ucapnya.