Suara.com - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen pada tahun 2025 mendatang berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini pun menuai penolakan dari berbagai lapisan masyarakat.
Salah satunya seperti yang disampaikan oleh pedagang Pasar Tanah Abang, Sadut (30). Ia mengaku keberatan dengan kenaikan PPN yang diyakininya akan berdampak pada kenaikan harga barang lainnya.
"Kalau ditambah lagi PPN kan makin naik semua harganya. BBM naik, bahan pokok naik juga. Memberatkan kita ya pedagang kecil apalagi," ujar Sadut saat ditemui Suara.com, Senin (25/11/2024).
Sadut merasa saat ini kondisi perekonomiannya sedang tidak baik-baik saja. Dagangan baju wanitanya selalu sepi pembeli.
Baca Juga: Kompak Geruduk Istana, Ini Sederet Tuntutan Massa Pendemo Perempuan ke Prabowo
"Ya paling Lebaran, Natal, hari besar lah itu baru lumayan ramai. Kalo hari biasa gini jualan satu (baju) juga susah," tuturnya.
Ia pun meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan PPN itu. Presiden Prabowo Subianto harus memikirkan nasib rakyat kecil yang sudah mengalami kesulitan saat ini.
"Kan baru terpilih ya, baru dilantik. Harusnya Pak Prabowo jangan sulitkan rakyat," pungkasnya.
Naikkan PPN 12 Persen
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menaikan PPN sebesar 12 persen sesuai mandat undang-undang (UU).
Salah satu pertimbangannya adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," ucapnya.