Suara.com - Pilkada provinsi Aceh menjadi daerah yang paling banyak ujaran kebencian di media sosial. Temuan itu berdasarkan penelitian dari Universitas Monash, Australia, selama Agustus sampai 4 November. Dari 16.700 teks yang diteliti, sampai hampir 7.300 di antaranya berasal dari Aceh.
"Memang sejauh ini yang paling tinggi sampai 4 November itu memang masih di Aceh ya, sekitar 7.200-an, hampir 7.300-an," kata peneliti Universitas Monash untuk Indonesia Ika Idris dalam diskusi virtual bersama Aliansi Jurnalis Independen, Minggu (24/11/2024).
Selain Aceh, ujaran kebencian juga tinggi terjadi di Jawa Barat sekitar 1.700 teks, Maluku Utara sekitar 800 teks, serta Nusa Tenggara Barat (NTB) sekitar 120 teks. Sekitar 13,54 persen kata yang digunakan dalam ujaran kebencian itu menggunakan bahasa daerah.
Universitas Monash juga sebenarnya melakukan penelitian di Sumatera Barat, namun tingkat ujaran kebencian melalui medsos di derah tersebut sangat rendah. Menurut Ika, kondisi itu terjadi karena pemilihan gubernur di Sumbar kali ini sama-sama diisi oleh warga asli keturunan daerah setempat.
Baca Juga: PDIP Minta Prabowo Tegur Jokowi yang Terlalu Jauh Cawe-cawe di Pilkada 2024
"Mungkin karena ada hubungannya dengan budaya juga ya. Budaya di Minangkabau mungkin waktu pemilu kelihatan rawan karena seluruh Indonesia dan yang jadi pemainnya bukan orang Minang sendiri sementara sekarang itu antara orang Minang," ujarnya.
Secara umum, ujaran kebencian yang terjadi di kelima provinsi itu rata-rata terkait agama dan akhlak. Ika menjaskan, jika calon kepala daerah sama-sama bergama Islam maka ujaran kebencian yang beredar akan beradu calin mana yang akhlaknya paling baik. Sehingga terjadi politik identitas menggunakan agama.
Jawa Barat disebut menjadi provinsi dengan ujaran kebencian terkait agama yang paling banyak terjadi. Namun isu yang terangkat justru berkaitan dengan poligami.
"Di Jawa Barat yang kita lihat banyak juga untuk hate speech yang umum itu adalah isu polarisasi berkaitan dengan poligami dan narkoba. Salah satunya juga kalau kita lihat di TikTok itu ada salah satu calon kepala daerah yang deklarasi kalau tidak memilihnya itu akan mendapatkan azab dari Allah," kata Ika.
Baca Juga: Ada Pengajian Taubat Nasuha hingga Sufi Muda, Kejagung Identifikasi Aliran Berbahaya Jelang Pilkada