Suara.com - Kompleksitas isu lingkungan kerap dianggap sulit untuk dikemas menjadi berita sederhana namun tetap informatif.
Istilah ilmiah yang rumit serta data yang membingungkan, menjadi salah satu tantangan utama bagi media untuk menyampaikan informasi tersebut.
![Nelayan di Kota Makassar mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan membatalkan rencana reklamasi di sekitar Pulau Lae-lae, Sabtu 4 Maret 2023 [SuaraSulsel.id/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/original/2023/03/05/89825-tolak-reklamasi-nelayan.jpg)
Hal itu diamini oleh Yosep Suprayogi
Head of Newsroom Betahita.id, media yang fokus mengabarkan isu lingkungan dan sumber daya alam.
"Makin menantang karena isu (yang) kami angkat sudah tidak mainstream, kami juga tidak mempunyai kemampuan media sosial yang cukup baik dibanding (media) lain," kata Yosep dalam acara Green Press Community, Sabtu (23/11/2024).
Dalam talkshow bertajuk Peluang dan Tangangan Jurnalisme Lingkungan di Era Teknologi Digital tersebut, Yosep juga menyoroti tentang sebaran informasi dan berita terkait isu-isu lingkungan.
Kata Yosep, ada salah satu pulau di Indonesia yang nampaknya tak terpengaruh dengan isu dan berita lingkungan, sebesar apa pun dampaknya bagi masyarakat.
"Isu lingkungan yang ada di Indonesia itu terlihat besar bagi kita, tetapi kalau aku coba lihat dan analisis persebaran informasinya, ada satu pulau yang streril dari isu itu. Mau sebesar apapun isu Rempang, isu tidak masuk ke (audiens) Pulau Jawa," tambahnya.
"Kalau tidak, semua orang di Pulau Jawa akan menganggap semuanya baik-baik saja. Itu yang mengerikan bagi saya."
Sementara itu Head of Narasi Newsroom, Laban Laisila, menjelaskan mengenai manfaat penggunaan teknologi untuk menyusun berita-berita kompleks terkait isu lingkungan.
"Kami selalu belajar hal-hal baru bukan karena kami canggih, ini bicara soal bagaimana rasa penasaran kami memakai tools yg tersedia," ujar Laban dalam talkshow yang sama.