Suara.com - Dalam persidangan perdana praperadilan gugatan atas status tersangka terhadap dirinya, Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, dengan gamblang menyampaikan bahwa kebijakan importasi gula yang kini menjeratnya, dilakukan atas perintah Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi kala itu.
Tom Lembong, sapaan Thomas Trikasih Lembong, menegaskan hal tersebut. Sebab dalam setiap kebijakan yang dibuatnya sebagai mendag kala itu, merupakan amanat yang diperintahkan Jokowi sebagai presiden.
"Dalam segala keputusan dan kebijakan, termasuk impor gula yang sekarang dipermasalahkan, saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagaimana tertuang dalam diskusi di berbagai sidang kabinet," ungkap Tom.
Tom mengungkapkan bahwa kebijakan yang dibuat di masanya memimpin Kementerian Perdagangan, termasuk impor gula kristal mentah sudah didiskusikan dengan Jokowi.
Baca Juga: Eks Ketua MK Bela Tom Lembong: Tidak Ada yang Salah dari Sisi Prosedur
"Karena, satu tahun saya menjabat sebagai Mendag, harga dan kecukupan stok pangan menjadi salah satu keprihatinan utama Bapak Presiden Jokowi sehingga saya sering berkonsultasi dengan beliau. Formal dan informal, termasuk soal impor pangan," katanya.
Bahkan dalam prosesnya, Tom Lembong menyatakan bahwa semua peraturan yang dibuat secara konsisten dikomunikasikan ke berbagai pihak.
Tak hanya itu, sebelum ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), ia mengaku belum pernah mendapat teguran sanksi atas kebijakan yang dibuatnya.
"Saya tidak pernah terima teguran atau sanksi dari pihak manapun dan tidak pernah menjadi subjek investigasi, termasuk oleh BPKP ataupun BPK, dan tidak pernah dimintai klarifikasi atas kebijakan saya sebagai Menteri Perdagangan," tutur Tom Lembong.
Penafsiran Keliru
Selain itu, Tom Lembong juga mengungkapkan bahwa Kejagung keliru menafsirkan peraturan menteri yang dibuatnya soal impor gula.
"Kejaksaan membaca peraturan yang dibuat oleh saya sendiri, yaitu Permendag Nomor 117/2015 secara terbalik," kata Tom dari Rutan Salemba.
Letak kekeliruan tersebut dalam menerjemahkan permendag tersebut menjadi impor untuk stabilisasi harga dan stok gula, maka yang boleh melakukan impor gula hanya perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
“Permendag itu tidak mengatakan bahwa dalam rangka stabilisasi harga dan stok, yang boleh diimpor hanya GKP (gula kristal putih) melalui BUMN,” ujar Tom.
Dia juga mengatakan bahwa beberapa Mendag setelahnya juga memberikan izin impor gula mentah untuk diolah menjadi GKP melalui distributor.
Adapun impor gula melalui BUMN diatur dalam Permendag Nomor 117/2015 pasal 4 dan 5 yang berbunyi:
Pasal 4
Impor Gula Kristal Putih (Plantation White Sugarj hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar).
Pasal 5
(1) Impor Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b, hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-P setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri.
(2) Impor Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, hanya dapat dilakukan oleh BUMN pemilik API-U setelah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri.
(3) Menteri memberikan mandat penerbitan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktur Jenderal.
Tom Lembong mengaku tidak memahami bahasa hukum saat menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi gula kristal mentah oleh Kejagung.
Sementara itu, Mantan Menkopolhukam yang juga Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyebut bahwa kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong sebagai tindakan politisasi.
Mahfud berpendapat bahwa kasus Tom Lembong bukan tindakan kriminalisasi, tetapi termasuk bentuk politisasi.
Ia menilai bahwa tindakan politisasi terlihat jelas karena tuduhan yang dijatuhkan kepada Tom Lembong sebenarnya sudah lama terjadi, yakni ketika dia menjabat sebagai Mendagri pada 2015-2016.
Apalagi, setelah Tom Lembong terkena reshuffle kabinet, jabatan mendag terus diisi oleh empat orang lainnya secara bergantian dan berpotensi kasus yang kini menjerat Mantan Kepala BKPM ini, bisa menyeret mantan mendag lainnya.
"Apa benar itu politisasi atau kriminalisasi? Kalau hukum itu benar, mestinya dari Tom Lembong itu akan berjalan ke (menteri) berikutnya," ujar Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Lebih jauh, ia juga mengungkapkan kejanggalan dalam kasus yang menjerat Tom Lembong tersebut. Menurutnya masih banyak tabir yang belum diungkap Kejagung.
Dalam penilaiannya, ada dua hal yang belum terungkap jelas, yakni, peran dan keterlibatan mantan mendag setelah Tom Lembong terkait kebijakan impor gula dan unsur kerugian negara akibat tindakan korupsi tersebut.
"Unsur kerugian negara belum diumumkan, bukan belum ketemu. Bahwa dia memperkaya orang lain, iya. Melanggar aturan, iya, mungkin ya. Karena katanya ada kebijakan resmi waktu itu tidak boleh dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Rieke di DPR. Tapi kerugian negaranya apa? Kita tunggu ini perkembangan," katanya.
Fakta Tak Sesuai
Segendang sepenarian, Mantan Ketua MK lainnya, Hamdan Zoelva menegaskan bahwa Tom Lembong tak layak ditetapkan menjadi tersangka, lantaran tidak ada fakta-fakta yang sesuai dengan kenyataan saat itu.
Ia mengemukakan bahwa berdasarkan keterangan pihak penyidik, ketika Tom Lembong mengeluarkan kebijakan impor, stok gula tanah air sedang surplus.
Namun kondisi saat itu stok gula sedang defisit sehingga memang perlu melakukan impor.
Kemudian, terkait keputusan importasi, menurut Hamdan, hal itu telah berkoordinasi dengan kementerian dan instansi terkait lainnya.
"Jadi aspek pengambilan keputusannya tidak ada yang salah dari sisi prosedur. Apalagi jika dilihat dari kerugian negara yang tidak jelas," ucapnya.
Hamdan juga menyoroti tuduhan terjadinya kerugian negara Rp 400 miliar dalam importasi gula. Ia menyebut tudingan tersebut terlalu mengada-ada. Sebab, penetapan kerugian negara merupakan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Jadi penetapan tersangka itu terlalu tergesa-gesa,” tegas Hamdan.
Lantaran itu, ia berharap, Hakim Tumpanuli Marbun yang mengadili sidang praperadilan Tom Lembong bisa independen dan imparsial.
"Jangan sampai ada intervensi. Saya percaya hakim Tumpanuli professional, independen dan imparsial," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2023.
Ditahan di Rutan Salemba
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung juga resmi menahan Tom Lembong selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Penetapan dan penahanan terhadap Tom Lembongdisampaikan oleh Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI Abdul Qohar pada Selasa (29/10/2024).
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS sebagai tersangka kasus serupa. Penanahan terhadap CS dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Kejagung menduga kerugian keuangan negara yang diakibatkan rasuah pada impor gula kristal mentah ini mencapai Rp 400 miliar.