Suara.com - Mantan pimpinan KPK Laode M Syarif mengungkapkan bahwa praktik politik uang saat ini kian meluas. Ketika masih menjadi Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Laode mengatakan kalau pihaknya hanya menemukan praktik politik uang dominan hanya di dua daerah. Sementara saat ini, justru rata terjadi di seluruh Indonesia.
"Terjadi merata dari Sabang sampai Merauke. Saya masih ingat ketika saya di KPK yang dominan itu ada dua, yaitu Sulawesi Utara dan Sumatera Utara. Sekarang itu rata, semuanya gitu pemilu," kata Laode kepada Suara.com saat ditemui di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rabu (20/11/2024).
Hal lain yang juga mengkhawatirkan, lanjut Laode, politik uang tersebut telah sampai pada kalangan terdidik seperti mahasiswa.
Menurut Laode, mahasiswa justru masih punya pandangan keliru karena menganggap tidak masalah menerima uang dari politisi, kemudian tidak memilih kandidat tersebut.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, itu mengingatkan bahwa tindakan itu tetap termasuk politik uang.
"Itu enggak bagus. Peran pemuda itu dia harus melawan semua politik uang itu. Dia harus turun ke jalan dan malu kalau dia masih mau terima dari partai atau dari para kandidat," pesan Laode.
Berdasarkan hasil riset "Votes For Sale Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi” yang dilakukan oleh Guru Besar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Burhanuddin Muhtadi, terungkap bahwa sekitar 33 persen atau 62 juta dari total 187 juta pemilih yang masuk dalam data pemilihan tetap pada 2014 terlibat dalam politik uang.
Angka serupa terjadi pada pemilu 2019, di mana masyarakat yang terlibat politik uang mencapai 33,1 persen.
Dalam hal ini, pemilih yang menjadi simpatisan merupakan target utama politik uang dan jumlahnya mencapai 15% dari total pemilih, sedangkan 85% lainnya termasuk swing voters. Survei juga menunjukkan bahwa operator politik uang berasal dari semua partai.
Dalam penelitian itu menggarisbawahi bahwa politik uang sebagai usaha terakhir untuk memengaruhi keputusan pemilih dalam memberikan suara saat pemilu. Usaha yang dilakukan sebelum pemungutan suara itu dengan cara memberikan uang tunai, barang, atau imbalan material lainnya kepada pemilih.