Suara.com - Anggota DPR RI Mufti Anam ikut buka suara soal isu selebgram, Isa Zega yang sedang melaksanakan ibadah umroh.
Isa Zega yang diketahui sebagai transgender ini melakukan prosesi ibadah umroh dengan mengenakan pakaian-pakaian syar’I tertutup bak perempuan.
Mufti merasa miris melihat fenomena tersebut, ia bahkan berani menyebut Isa sudah menistakan agamanya.
“Saya sangat miris sekali, ada mami online namanya Isa Zega, alias Sahrul, dia adalah transgender yang awalnya adalah laki-laki,” ujar Mufti, dikutip dari akun tiktok @mufti.anam, Selasa (19/11/24).
“Dia melakukan ibadah umroh dengan menggunakan hijab syar’I dan ini merupakan bagian dari penistaan agama,” tandasnya.
Mufti Anam meminta agar penegak hukum di Indonesia segera menindaklanjuti Isa yang dianggap sudah membuat kegaduhan
“Bahkan menurut Fatwa MUI seorang laki-laki walaupun diubah jenis kelaminnya, secara lahiriah dia tetap laki-laki, dan dalam melakukan prosesnya tetap harus melakukan cara-cara sebagai laki-laki. Tapi si Isa Zega ini berbeda, dia melakukan umroh dengan prosesi dan cara-cara sebagai Perempuan,” urai Mufti.
Sebelumnya, Isa Zega banyak membagikan momennya ketika beribadah umroh di sosial medianya. Hal ini pun menjadi sorotan warganet.
Profil Isa Zega
Baca Juga: Profil Isa Zega, Selebgram yang Sedang Jadi Sorotan
Andrena Isa Zega alias Mami Isa pertama kali dikenal publik saat menjadi manajer Lucinta Luna. Selain itu, Isa Zega diketahui telah mendirikan sebuah manajemen artis bernama PT Indonewsa Zega Sinema yang menaungi sejumlah nama besar di dunia hiburan.
Selain itu Isa Zega juga telah menulis beberapa lagu dangdut. Lagi-lagi inilah yang dibawakan oleh Lucinta Luna dan grup musiknya, Dua Bunga. Mami Isa sendiri pernah membawakan lagu berjudul Idung Jambu.Dengan lebih dari 1,1 juta pengikut, Isa Zega kerap membagikan kesehariannya di media sosial. Sayang, saat ini Instagram-nya sedang dalam mode privat atau dikunci.
Terancam Pasal Karet Penodaan Agama
Untuk diketahui, klaim-klaim menista atau menghina agama di Indonesia, kerap dipakai banyak pihak untuk menyudutkan individu atau kelompok yang berseberangan.
Sejak lama, aktivis hak asasi manusia maupun kelompok masyarakat sipil mengkritik klaim ini, lantaran masih termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP. Pasal penodaan agama itu dianggap 'pasal karet'.
Human Rights Watch (HRW), kelompok kerja yang mengawasi dan mempromosikan kriteria HAM, menilai pasal penodaan agama dalam KUHP tersebut justru menyudutkan kebebasan beragama di Indonesia.
Masyarakat telah mengupayakan agar pasal kontroversial itu dicabut, dengan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Namun, lembaga tersebut justru menolak keseluruhan uji materi.
MK, dalam keputusan 8-banding-1 pada 19 April 2010, memutuskan pasal penodaan agama tetap dimasukkan dalam KUHP sebagai instrumen untuk menjatuhkan sanksi pidana bagi siapa saja yang mengeluarkan perasaan bersifat “permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan” terhadap agama yang dianut di Indonesia. MK beralasan, pasal itu tetap diperlukan supaya ada pembatasan hukum terhadap kebebasan beragama di Indonesia, sehingga tidak terjadi main hakim sendiri.
Belakangan in pasal penodaan agama sering dipakai untuk membatasi kebebasan berekspresi maupun orang-orang yang ingin menjalani peribadahan.
"Keputusan Mahkamah Konstitusi atas pasal penodaan agama adalah ancaman nyata bagi kalangan minoritas agama di Indonesia," kata Elaine Pearson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch, sebagaimana dikutip dari situs resmi Human Rights Watch.
HRW juga menyayangkan pasal penodaan agama memiliki potensi mengkriminalisasi kalangan minoritas.
Kontributor : Kanita