Suara.com - Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Ysusuf Amir, mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak bisa hanya menunjukkan bukti berupa surat-surat.
Hal itu disampaikan usai sidang praperadilan dalam agenda menyampaikan tanggapan termohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurut dia, alat bukti yang dibutuhkan untuk membuktikan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah yang sah harus berupa dua alat bukti yang bersifat materiil.
“Kalau hanya sekedar surat-surat, semua surat-surat SK-SK dikumpulkan lalu dijadikan sebagai bukti, wah itu sangat naif, itu sangat berbahaya,” kata Ari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024).
Baca Juga: Di Sidang Praperadilan, Kejagung Beberkan 4 Alat Bukti saat Tetapkan Tom Lembong Tersangka
“Juga tadi disampaikan bahwa tentang kalau itu pun terjadi masalah kebijakan kaitan dengan hukum administrasi negara, biarlah pengadilan yang memutuskan. Itu juga bahaya itu dalam penegakan hukum,” tambah dia.
Hal itu dinilai membuat penegak hukum bisa mempidanakan siapa saja tetapi pembuktiannya baru akan dilakukan pada persidangan.
“Tapi kan orang sudah jadi tersangka dulu, orang sudah ditahan dulu,” tandas Ari.
Jadi Tersangka
Kejagung RI sebelumnya menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung juga resmi menahan Tom Lembong selama 20 hari.
Baca Juga: Buronan Kasus Timah Ditangkap Kejagung, Jejak Hendry Lie Nekat Mangkir hingga Kabur ke Singapura
Penetapan dan penahanan terhadap Tom Lembong disampaikan oleh Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI Abdul Qohar pada Selasa (29/10/2024).
Selama penahanan, Tom Lembong ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS sebagai tersangka kasus serupa. Penanahan terhadap CS dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Kejagung menduga kerugian keuangan negara yang diakibatkan rasuah pada impor gula kristal mentah ini mencapai Rp 400 miliar.