Suara.com - Penyintas narkoba jenis ganja mengaku setuju dengan wacana pemerintah soal pengguna narkotika yang tidak perlu dipenjara. Meski setuju, pemerintah harus memberi efek jera pada bandar.
Namun Afriandi--bukan nama sebenarnya, memberi catatan siapa saja yang tidak perlu dipenjara, atau harus dipenjara.
“Kalau pengguna baru, lebih baik jangan dipenjara. Misalkan dia pakai narkoba karena sedang ada masalah keluarga dan lainnya,” katanya, saat ditemui Suara.com, Senin (18/11/2024).
“Namun, kalau memang dia pencandu perlu diambil tindakan. Apalagi kalau dia bandar,” tambahnya.
Baca Juga: Atasi Overkapasitas Lapas, Yusril Sebut Ada Pembahasan Pengguna Narkotika Tak Dipenjara
Afriandi mengatakan saat dirinya kuliah banyak temannya yang terjerumus narkotika akibat coba-coba. Termasuk dirinya yang sempat menggunakan narkotika jenis ganja secara rutin.
Faktor lingkungan yang membuatnya menjajal menggunakan ganja. Selain itu, ganja mudah didapat dari teman-teman kampusnya.
“Dulu sempat pakai ganja waktu masih kuliah, memang ada teman yang stok. Tapi setelah lulus berhenti sendirinya,” ungkapnya.
Selama dirinya menggunakan ganja, dia tidak merasa kecanduan. Ia juga tidak pernah merasakan sakau.
“Biasa aja, gak pernah sakau. Artinya kalau ada di tongkrongan ya hisap, kalau gak ada ya gak dicari,” ungkapnya.
Baca Juga: Ceritakan Pengalaman Tertangkap karena Narkoba, Cara Bicara Epy Kusnandar Jadi Sorotan
Dia kemudian mengaku setuju dengan wacana pemerintah dengan tidak perlu memenjarakan pengguna narkoba lantaran banyak temannya yang sekedar iseng menggunakan malah jadi korban tangkap.
“Kasian aja, cuma iseng malah dipenjara,” pungkasnya.
Lagi Dikaji
Sebelumnya Komisi XIII DPR RI akan mendalami soal aturan kemungkinan hanya memenjarakan bandar dan pengedar narkoba ke pemerintah. Sementara para pemakai narkoba disebut tak perlu ditahan atau dipenjara.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi XIII DPR RI saat ditanya soal kabar jika Presiden Prabowo Subianto sedang mengkaji memberikan 'pengampunan' bagi para narapidana narkoba.
"Ya, itu kan di dalam undang-undang psikotropika dan narkotika yang carry over itu juga jadi point. Di undang-undang pemasarakatan juga sama. Harusnya yang ditahan, dihukum, dibina itu cuma pengedar," kata Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Sabtu (16/11/2024).
"Yang pemakai itu tidak. Nah kita lihat nanti maksud Pak Presiden seperti apa, apakah yang seperti ini. Kalau seperti itu sudah sesuai dengan spirit dua undang-undang itu," sambungnya.
Nantinya DPR akan melakukan verifikasi mengenai wacana tersebut kepada pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan.
"Apa yang diinginkan kalau itu sesuai dengan hanya pemakai. Itu berarti sesuai dengan spirit undang-undang psikotropika, narkotika dan undang-undang pemasarakatan itu sendiri. Artinya itu kan dalam koridor spirit hukum yang dibangun itu restoratif justice itu yang di kedepankan," ujarnya.
Untuk itu pihaknya mengaku akan mendalami soal wacana tersebut dalam rapat kerja bersama dengan pemerintah. Terlebih juga akan mendalami salah satunya lewat Panitia Kerja (Panja) Pemasyarakatan yang akan dibentuk.
"Jadi ke depan Komisi 13 bakal ada rapat untuk mengundang untuk salah satunya bertanya. Nanti di dalam panja salah satunya itu. Tapi nanti bisa kita dalami juga dalam rapat kerja juga bisa kita dalami hal-hal seperti itu," katanya.
"Kalau itu untuk pemakai ya, heavy-nya memang itu kan jatuhnya kalau dalam undang-undang psikotropika dan narkotika itu pemakai itu kan jatuhnya orang sakit. Bukan ke lapas, bukan ke rutan tapi ke dokter gitu. Nah itu yang kemudian jadi titik fokus dari undang-undang itu," sambungnya.