Sebut Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Rawan, Capim KPK Fitroh: Pasal Itu Hanya Ada di Indonesia

Senin, 18 November 2024 | 20:23 WIB
Sebut Pasal 2 dan 3 UU Tipikor Rawan, Capim KPK Fitroh: Pasal Itu Hanya Ada di Indonesia
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto. (tangkap layar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), Fitroh Rohcahyanto menilai, jika Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Tipikor sangat rawan diterapkan. Sebab menurutnya, ada diksi yang dianggap multitafsir dalam salah satu pasal.

Hal itu disampaikan Fitroh dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/11/2024).

"Saya harus mengakui bahwa pasal 2, pasal 3 ini sangat rawan. Kenapa? Di sana ada bahasa yang kemudian bisa cara pandangnya berbeda. 'Menguntungkan diri sendiri atau orang lain.' Pertanyaannya, ada tidak setiap pengadaan, apapun pengadaan, tidak ada orang yang untung? Pasti semua ada orang untung," kata Fitroh.

Menurutnya, dalam konteks korupsi keuntungan yang diperoleh seseorang itu bukan akibat, melainkan sebuah tujuan. Untuk itu, jika keuntungan dinilai menjadi sebuah akibat, akan ada banyak orang yang masuk penjara.

Baca Juga: Capim Fitroh Sebut Revisi UU KPK Tak Jadi Faktor KPK Lemah, Begini Penjelasannya di DPR

"Makanya kemudian seperti saya pelajari korupsi, pasal 2, pasal 3 itu hanya ada di Indonesia. Akibat korupsi semuanya kan suap. Jadi kalau pasal 2, pasal 3 cara pandangnya adalah tujuan, di sana untuk menguntungkan dirinya atau untuk menuntungkan orang lain atau untuk menguntungkan korporasi dengan cara melawan hukum dan mengakibatkan kerugian negara, pasti benar," terangnya.

"Tetapi kalau sudut pandangnya kemudian yang penting ada kerugian negara, yang penting ada orang lain hukum, ini sangat bahaya. Makanya saya kalau pasal 2, pasal 3 sangat ketat untuk mencari mens rea. Tidak ada pidana tanpa mens rea, kecuali pidana lalai," sambungnya.

Atas adanya hal itu, ke depan, kata dia, jika terpilih nanti dirinya akan ketat dalam mengimplementasikan dua pasal tersebut. Menurutnya, lebih baik mengeluarkan 100 orang bersalah dari pasa menghukum 1 orang yang tidak bersalah.

"Saya lebih baik membebaskan 100 orang dari pada memutuskan orang bersalah, karena itu sangat zalim. Saya yakini ketika kita zalim sama orang, pasti dibalas ketika kita masih di dunia. Makanya ada di dalam hukum dikenal itu, 'lebih baik melepaslam 100 orang bersalah daripada menghukum 1 orang tidak bersalah. Dan saya yakin itu," pungkasnya.

Baca Juga: Fit and Proper Test di DPR, Capim KPK Ini Tawarkan Konsep Kerja IDOLA dan GATOT KACA

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI