Suara.com - Iran menyatakan kesiapannya untuk menyelesaikan kebuntuan terkait sejumlah isu dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) soal program nuklirnya. Namun, Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi menegaskan bahwa Iran tak akan tunduk pada tekanan apa pun. Hal ini disampaikannya setelah bertemu dengan Kepala IAEA Rafael Grossi di Teheran, Kamis.
Diplomat-diplomat Eropa, sebagaimana dilaporkan Reuters, mendorong resolusi baru terhadap Iran oleh dewan IAEA pekan depan, sebagai bentuk tekanan atas kurangnya kerja sama Teheran. Eropa berharap langkah ini dapat memaksa Iran lebih terbuka terhadap pengawasan internasional.
Pertemuan ini terjadi di tengah spekulasi seputar kebijakan Donald Trump, yang diperkirakan akan kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari mendatang. Selama masa jabatan sebelumnya, Trump menarik Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan dunia.
Meski belum jelas apakah Trump akan melanjutkan kebijakan "tekanan maksimum"-nya, situasi ini menambah ketegangan internasional.
Baca Juga: Libatkan Donald Trump, Israel Berupaya Capai Kesepakatan Gencatan Senjata di Lebanon
“Bola ada di tangan EU/E3. Kami bersedia bernegosiasi berdasarkan kepentingan nasional dan hak yang tidak dapat diganggu gugat, tetapi kami tidak siap untuk bernegosiasi di bawah tekanan atau intimidasi,” kata Araghchi melalui X.
Media Iran juga mengutip pernyataannya yang berharap pihak lain mengadopsi kebijakan yang lebih rasional.
Hubungan Teheran dengan IAEA memburuk akibat isu-isu lama, seperti larangan terhadap ahli pengayaan uranium IAEA dan kegagalan Iran menjelaskan keberadaan jejak uranium di situs-situs yang tidak dideklarasikan. Pada Agustus lalu, IAEA melaporkan bahwa Iran terus memproduksi uranium yang diperkaya tinggi, tanpa perbaikan kerja sama, meski ada resolusi dewan IAEA pada Juni.
Grossi, yang berupaya membangun kemajuan dengan Iran, mengatakan bahwa inspeksi hanyalah satu bab dari kerja sama yang lebih luas.
"Inspeksi tidak dapat dibicarakan secara terpisah dari keseluruhan hubungan," ujarnya.
Baca Juga: Momen Pertemuan Donald Trump dan Joe Biden di Gedung Putih
Sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi, Iran melanggar batasan pengayaan uranium. Teheran kini memperkaya uranium hingga 60 persen, mendekati tingkat 90 persen yang diperlukan untuk senjata atom, meski Iran menyatakan program nuklirnya untuk tujuan damai.
Kepala nuklir Iran, Mohammad Eslami, menyebut pertemuannya dengan Grossi konstruktif, namun memperingatkan bahwa Iran akan segera bereaksi jika ada resolusi baru yang diadopsi pekan depan. Seorang pejabat senior Iran bahkan menyebut bahwa reaksi Iran dapat berupa pembatasan kerja sama diplomatik dan teknis dengan IAEA.
Grossi, dalam konferensi pers bersama Eslami, mendesak Iran untuk mengambil langkah konkret guna menyelesaikan masalah yang tersisa.
“Kami punya kekuatan untuk menunjukkan kepada AS dan komunitas internasional bahwa kami mampu mengklarifikasi isu-isu ini dan bergerak maju dengan solusi nyata,” katanya.
Kedatangan Grossi ke Teheran juga diikuti pertemuan pertamanya dengan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, sejak menjabat pada Agustus. Pezeshkian, yang dikenal cukup moderat, sebelumnya menegaskan bahwa Iran harus menghadapi musuh-musuhnya, termasuk AS, dengan kesabaran dan kebijaksanaan.