Suara.com - Organisasi hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch (HRW), kembali menyoroti situasi genting di Gaza, menyatakan bahwa tindakan otoritas Israel yang menyebabkan perpindahan paksa warga Palestina dapat digolongkan sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Laporan ini dirilis pada Kamis (14/11), menambah deretan peringatan dari berbagai badan bantuan dan organisasi internasional.
HRW mengungkapkan bahwa perpindahan paksa tersebut tidak hanya berskala luas, tetapi juga bersifat sistematis dan tampak menjadi bagian dari kebijakan negara.
“Tindakan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” tegas laporan itu.
Baca Juga: Pasukan Rusia Kuasai Desa Baru di Ukraina Timur
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan langsung dari pihak militer Israel maupun Kementerian Luar Negeri Israel. Namun, sebelumnya Israel telah menolak tuduhan serupa, menegaskan bahwa operasi militernya mengikuti hukum internasional.
Aturan konflik bersenjata sendiri melarang pemindahan paksa warga sipil dari wilayah yang diduduki, kecuali untuk alasan keamanan yang mendesak atau kebutuhan militer yang sangat penting.
Invasi Israel ke Gaza dimulai tahun lalu, setelah serangan mematikan dari milisi Hamas ke wilayah selatan Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang, menurut otoritas Israel. Serangan itu juga menyebabkan lebih dari 250 orang diculik sebagai sandera.
Sejak operasi militer dimulai, otoritas kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 43.500 korban jiwa, dengan infrastruktur di wilayah tersebut mengalami kehancuran besar, memaksa sekitar 2,3 juta penduduk berpindah berkali-kali.
Dalam satu bulan terakhir, militer Israel terus mengusir puluhan ribu orang dari wilayah utara Gaza. Mereka beralasan bahwa operasi militer bertujuan menghancurkan kekuatan Hamas yang, menurut klaim militer, tengah mereformasi di sekitar Jabalia, Beit Lahiya, dan Beit Hanoun.
Baca Juga: Libatkan Donald Trump, Israel Berupaya Capai Kesepakatan Gencatan Senjata di Lebanon
HRW memperingatkan bahwa pemindahan yang direncanakan untuk permanen di zona penyangga dan koridor keamanan dapat dianggap sebagai pembersihan etnis.
Militer Israel menyangkal tuduhan ini, dan Menteri Luar Negeri Gideon Saar menegaskan pada Senin bahwa warga Palestina yang diusir dari wilayah utara Gaza akan diizinkan kembali setelah perang usai. Namun, ketidakpastian terus menyelimuti nasib jutaan warga yang kini hidup dalam kondisi serba kekurangan.