Suara.com - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi yang mempertanyakan keberadaan KPK di tengah prestasi lembaga penegak hukum lain, yaitu Kejaksaan Agung dan Polri dalam pemberantasan korupsi.
Novel menegaskan bahwa KPK sebagai lembaga independen tetap harus ada. Dia lantas mempertanyakan ucapan Aboe sebagai perwakilan rakyat atau pribadi.
Dia menilai, pernyataan itu mengakui bahwa KPK kini menjadi lemah. Padahal, dia menyebut pelemahan KPK terjadi lantaran revisi UU KPK oleh DPR RI pada 2019 lalu.
“Pernyataan Aboe Bakar itu seolah mengonfirmasi bahwa memang DPR lah otak pelemahan dan penghancuran KPK,” kata Novel kepada Suara.com, Kamis (14/11/2024).
“Pada tahun 2019, DPR merevisi UU KPK dan memilih Firli dkk sebagai Pimpinan KPK yang berdampak pada banyak kerusakan KPK hari ini,” tambah dia.
Novel juga menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi terbaik ialah dengan adanya lembaga yang independen dan konsisten. Menurut dia, UU nomor 7 tahun 2006 juga memandatkan adanya lembaga antikorupsi yang independen.
“KPK adalah satu-satunya lembaga antikorupsi yang awal pembentukannya sebagai lembaga independen. Walaupun sekarang sedang dilemahkan di antaranya dengan dibuat tidak independen,” terang Novel.
Akibat dari pelemahan KPK, maka negara dirugikan dengan turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK)Indonesia dari 40 menjadi 34.
“Seharusnya anggota DPR melihat kepentingan tersebut, sehingga ketika melihat terjadinya KPK yang lemah (diantaranya ada kontribusi DPR), maka berfikir untuk menguatkan kembali, bukan kemudian justru ingin membubarkan,” tandas Novel.
Baca Juga: Netizen Kalah! KPK Hentikan Penelusuran, Percaya Harga Jam Tangan Dirdik Jampidsus Rp 4 Juta
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi menilai kinerja Kejaksaan dan Kepolisian sudah bagus dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Untuk itu, ia menyebut KPK tak diperlukan lagi.
Hal itu disampaikan Aboe dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama Kejaksaan Agung RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
"Saya lihat kalau Polri sudah berkelas Jaksa sudah berkelas udah lah cukup, KPK kenapa ada lagi sih?," kata Aboe.
Dalam rapat, Aboe menyoroti soal kasus dugaan permufakatan jahat terkait suap dan atau gratifikasi pengurusan sidang Ronald Tannur yang menjerat Zarof Ricar (ZR).
Ia menilai, perlu pendalaman terhadap kasus tersebut, khususnya terkait dengan kepemilikan uang Rp1 triliun.
"Kalau nilainya sebesar itu tentunya banyak perkara yang sudah dibantu hamba Allah si ZR itu dan tentunya juga banyak pihak yang terlibat. Apakah Kejagung sudah melakukan pendalaman terhadap hal ini?," katanya.
Ia mengatakan, untuk mendalami kasus tersebut perlu melihat asal usul dari mana uang tersebut.
"Mungkin uang-uang simpanan beberapa pimpinan ke belakang mungkin namannya mungkin ya. Apakah akan dilakukan pengembangan terhadap perkara tersebut pak itu apakah Kejagung sudah mengetahui uang sebanyak itu untuk apa saja ya," ujarnya.
Usai menyoroti hal itu, Aboe mengaku tak mau berpanjang lebar bicara. Ia berharap kerja Kejagung lebih berkelas lagi ke depannya.
"Saya nggak panjang panjang semoga kerja Adhyaksa ke depan akan lebih berkelas lagi," pungkasnya.