Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina menyayangkan adanya aksi arogan seorang pria viral di media sosial (medsos) karena meminta siswa SMA Gloria 2 Surabaya untuk sujud dan menggonggong kepadanya. Siswa tersebut dituding telah mengejek anak pria tersebut, sehingga diminta meminta maaf sambil bersujud.
"Sangat prihatin dan menyayangkan peristiwa yang terjadi di salah satu SMA di Surabaya, di mana siswa diduga dipaksa untuk sujud dan menggonggong," kata Selly kepada Suara.com, Kamis (14/11/2024).
Meskipun kasus ini telah diselesaikan secara damai antara kedua belah pihak, kata dia, tindakan semacam ini tetap menjadi perhatian serius.
"Perbuatan tersebut merupakan bentuk kekerasan psikologis yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang sehat serta melanggar hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar politisi PDIP itu.
![Sosok Ivan Sugianto yang paksa siswa SMA Gloria 2 Surabaya untuk menggonggong [Tangkapan layar X]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/11/12/65409-sosok-ivan-sugianto-yang-paksa-siswa-sma-gloria-2-surabaya-untuk-menggonggong.jpg)
Sesuai UU Nomor 35 Tahun 2014, kata dia, setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah dalam bentuk apa pun.
Di dalam UU tersebut, khususnya Pasal 76C, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Lebih lanjut, ia mendorong agar orang tua tidak hanya mengawasi anak-anak, tetapi juga mendampingi mereka dengan cara yang lebih reflektif dan edukatif.
"Kami mengajak semua orang tua untuk lebih terlibat secara aktif dalam kehidupan anak-anak, baik dengan menjadi tempat berbagi bagi anak sendiri maupun teman-teman anaknya, bukan hanya sebagai pihak yang mengatur atau melindungi secara ketat. Pendekatan ini bertujuan agar orang tua dapat menjadi teman yang dipercaya oleh anak, menciptakan ruang bagi anak untuk berbicara terbuka, dan memahami bagaimana menghadapi tekanan atau tantangan dalam lingkungan sekolah dan pergaulan," katanya.
"Dengan pola asuh yang lebih dialogis ini, baik korban maupun pelaku kekerasan dapat memahami dampak perilaku mereka dan belajar untuk tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara psikologis," sambungnya.
Kasus Wali Murid di Surabaya