Suara.com - Lebanon tengah menanti usulan konkret untuk gencatan senjata di tengah ketegangan yang meningkat dengan Israel. Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, Rabu (13/11), mengatakan bahwa pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi tentang proposal baru. Berri, yang mendapat mandat untuk bernegosiasi dari Hizbullah, menegaskan bahwa ketentuan Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.
“Kita tidak bisa hanya mematuhi ketentuan itu secara sepihak. Implementasi harus adil, dan semua pihak harus menaati,” ungkap Berri kepada surat kabar Asharq Al-Awsat.
Resolusi 1701, yang mengakhiri perang 2006, menuntut wilayah selatan Lebanon bebas dari senjata selain milik negara Lebanon. Namun, Israel mengklaim ketentuan ini tidak pernah dijalankan secara efektif, sementara Lebanon menuduh Israel kerap melanggar wilayah udaranya.
Serangan udara Israel mengguncang Beirut selama dua hari berturut-turut, menghantam pinggiran selatan yang dikuasai Hizbullah.
Baca Juga: Keluarga Israel Desak Kesepakatan Pembebasan Sandera di Gaza
Asap membubung tinggi di atas ibu kota, sementara penduduk setempat sebagian besar telah meninggalkan wilayah tersebut. Serangan juga terjadi di Armoun, sekitar 15 kilometer di selatan Beirut, menewaskan enam orang pada Rabu dini hari, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Konflik ini bermula dari ofensif besar-besaran Israel terhadap Hizbullah pada akhir September, bersamaan dengan perang di Gaza. Hingga kini, sudah lebih dari 3.287 orang tewas di Lebanon akibat serangan Israel, mayoritas dalam tujuh minggu terakhir.
Sementara itu, serangan Hizbullah telah menewaskan sekitar 100 warga sipil dan tentara di Israel utara, Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, dan Lebanon selatan.
Utusan Gedung Putih, Amos Hochstein, menyampaikan harapan adanya peluang gencatan senjata.
“Saya optimis bisa mencapainya,” ujarnya kepada Axios.
Baca Juga: Gaza di Ambang Kelaparan, AS Desak Israel Segera Akhiri Perang
Usaha ini menjadi upaya terakhir pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk menyelesaikan konflik, sementara jalur diplomasi di Gaza tampak buntu setelah mediator Qatar menghentikan peranannya.
Sementara itu, Israel bersikeras akan melanjutkan operasi militernya hingga tujuan tercapai, termasuk melucuti senjata Hizbullah. Menteri Pertahanan Israel yang baru, Israel Katz, menegaskan tidak akan ada gencatan senjata sampai Israel memastikan keamanannya.
"Kita harus mencapai tujuan ini," kata Katz.
Ketegangan semakin memanas setelah Hizbullah mengklaim serangan drone yang menargetkan pangkalan militer di dekat Nahariya, Israel, Selasa lalu, menewaskan dua orang. Israel pun mengeluarkan peringatan keras kepada warga yang tinggal di dekat fasilitas Hizbullah di Beirut untuk segera menjauh, menegaskan bahwa serangan lebih lanjut akan segera dilakukan.
Di tengah situasi yang memanas, warga sipil dari kedua belah pihak terus menjadi korban, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah kritis. Semua mata kini tertuju pada apakah diplomasi dapat menghentikan siklus kekerasan ini atau akan terus mengoyak perdamaian di kawasan tersebut.