Suara.com - Donald Trump akan kembali menginjakkan kaki di Gedung Putih, bertemu dengan Presiden Joe Biden pada Rabu. Ini adalah kunjungan pertamanya sejak meninggalkan kursi kepresidenan hampir empat tahun lalu, di tengah kontroversi besar.
Pertemuan ini terjadi saat Trump bergerak cepat menyusun tim elitnya, termasuk menunjuk Elon Musk, orang terkaya di dunia, untuk memimpin grup baru yang bertujuan mengurangi pemborosan anggaran pemerintah. Langkah ini menciptakan kehebohan di kalangan politik.
Biden, yang dikenal memiliki hubungan panas-dingin dengan Trump, tetap mengundang rival lamanya ke Ruang Oval.
Meskipun Trump sendiri tidak pernah memberikan perlakuan serupa saat kalah dalam pemilu 2020, Biden berusaha memulihkan tradisi transisi kekuasaan yang damai.
Baca Juga: Bos X Elon Musk Masuk Kabinet Donald Trump, Ini Jabatannya
"Presiden Biden percaya pada norma-norma dan institusi kami," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, Selasa.
"Rakyat Amerika layak mendapatkan ini," lanjutnya.
Pukul 11:00 pagi waktu setempat, Biden diperkirakan akan menekankan pentingnya kelancaran transisi kekuasaan dan mendorong Trump untuk terus mendukung Ukraina, meski Trump kerap mengkritik kebijakan tersebut.
Penasehat Keamanan Nasional Jake Sullivan menambahkan, Biden akan membahas kebijakan luar negeri utama, termasuk konflik Rusia-Ukraina.
"Presiden Biden ingin menjelaskan pandangannya dan mendengar bagaimana Trump melihat situasi ini," kata Sullivan.
Momen ini tidak mudah bagi Biden, yang pernah menyebut Trump sebagai ancaman bagi demokrasi. Pertemuan itu menjadi tantangan emosional, terutama setelah peristiwa kerusuhan Capitol pada 2021, yang banyak dipandang sebagai ulah pendukung Trump.
Sementara itu, Ketua DPR Mike Johnson mengatakan, Trump juga mungkin akan mengunjungi Capitol, gedung yang diserang para pendukungnya. Namun, rencana ini belum dikonfirmasi.
Kembalinya Tradisi Transisi Kekuasaan
Langkah Biden mengundang Trump ke Gedung Putih memulihkan tradisi transisi presiden yang diabaikan Trump pada 2020. Saat itu, Trump menolak duduk bersama Biden atau menghadiri pelantikannya. Sebelumnya, Barack Obama menerima Trump setelah ia memenangkan pemilu 2016.
Meskipun Trump meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari 2021 dalam kondisi memalukan setelah kerusuhan Capitol, karier politiknya kembali melonjak. Dukungan dari Partai Republik tetap kokoh, mengukuhkan pengaruh Trump yang luar biasa.
Kini, Trump bersiap memasuki masa jabatan kedua dengan kendali penuh atas partainya. Tim barunya termasuk tokoh-tokoh kontroversial. Selain Elon Musk, Trump menunjuk Pete Hegseth, seorang veteran militer dan pembawa acara Fox News, sebagai Menteri Pertahanan. Hegseth dikenal lantang menentang ideologi "woke" di militer.
Trump juga memilih Gubernur South Dakota Kristi Noem, yang pernah menulis tentang insiden menembak anjing peliharaannya, sebagai Kepala Keamanan Dalam Negeri. Senator Florida Marco Rubio diperkirakan menjadi Menteri Luar Negeri, sementara Mike Waltz, mantan perwira pasukan khusus, dikukuhkan sebagai Penasehat Keamanan Nasional. Meski berpandangan keras terhadap China, mereka diyakini tidak mendukung isolasionisme Trump.
Dengan konfigurasi ini, dunia menantikan bagaimana Trump menepati janji-janji kampanyenya, termasuk kebijakan isolasi dan tarif besar-besaran. Kembalinya Trump ke panggung politik, terlebih ke Gedung Putih, pasti akan terus menjadi sorotan.