Suara.com - Israel dinilai gagal memenuhi tuntutan Amerika Serikat untuk memperluas akses kemanusiaan ke Jalur Gaza, menurut laporan delapan organisasi bantuan internasional, Selasa (12/11). Kondisi di Gaza disebut semakin buruk, mencapai titik krisis terburuk dalam sejarah.
Pemerintahan Joe Biden sebelumnya memberi Israel tenggat waktu 30 hari untuk meningkatkan bantuan pangan dan darurat ke Gaza, dengan ancaman pengurangan dukungan militer jika tidak dipatuhi.
Namun, hingga tenggat berakhir, Israel belum memenuhi ekspektasi AS. Meski ada langkah yang diumumkan, pejabat AS menyatakan masih belum cukup.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, terlihat menyepelekan ancaman ini, meyakinkan bahwa masalah tersebut akan segera diselesaikan.
Baca Juga: Prabowo Bertemu USINDO, Dorong Pengusaha AS Perluas Investasi di Indonesia
Namun, laporan organisasi bantuan menyebutkan dari 19 langkah yang dituntut AS, Israel hanya mematuhi empat secara parsial.
Surat dari Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin menuntut Israel membuka jalur baru untuk distribusi 350 truk bantuan harian, serta memberi akses kepada pekerja kemanusiaan ke Gaza Utara.
Hingga kini, Israel baru membuka jalur bantuan terbatas dan melanjutkan undang-undang yang menghambat operasional Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Kendati ada upaya tambahan seperti pengiriman pasokan ke Beit Hanoun dan perbaikan instalasi listrik, bantuan yang masuk ke Gaza masih jauh di bawah standar AS. Data menunjukkan rata-rata hanya 57 truk per hari yang masuk selama Oktober, turun drastis dari bulan sebelumnya.
“Israel tidak hanya gagal memenuhi kriteria AS, tapi justru memperburuk situasi, terutama di Gaza Utara,” kata laporan itu.
Baca Juga: Amsterdam Memanas, Puluhan Orang Bakar Trem di Tengah Protes dan Kekerasan Anti-Israel
Kondisi pengungsian semakin memburuk, dengan 90 persen populasi Gaza mengungsi ke kamp-kamp tenda yang minim fasilitas.
AS telah mengirimkan miliaran dolar bantuan militer ke Israel sepanjang perang, meski terus mendesak Israel untuk lebih membuka jalur bantuan. Sementara itu, mantan pejabat AS Charles Blaha memperkirakan pemerintah akan mengakui Israel melanggar hukum AS, namun tetap mengutamakan kepentingan keamanan nasional.
Konflik yang dimulai sejak serangan besar Hamas ke Israel tahun lalu kini telah menewaskan lebih dari 43 ribu warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, sementara Israel menghadapi tekanan global untuk segera mengurangi serangan.