Aria Bima Sebut DPR Hampir Tak Bisa Kritik Pemerintah: 80 Persen Isinya Bagian Kekuasaan

Selasa, 12 November 2024 | 18:03 WIB
Aria Bima Sebut DPR Hampir Tak Bisa Kritik Pemerintah: 80 Persen Isinya Bagian Kekuasaan
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima (tiga dari kiri) saat acara seminar Kagama 'Prospek Demokrasi Indonesia' di Jakarta, Selasa (12/11/2024). (Suara.com/Lilis)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mengatakan, bahwa DPR nampak tidak bisa melakukan fungsinya sebagai pengawas terhadap pemerintah dan lembaga eksekutif di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Pasalnya, kondisi itu terjadi akibat mayoritas partai politik di DPR RI saat ini adalah pendukung pemerintah.

"Saya melihat bahwa DPR ini saat ini bisa dikatakan hampir tidak akan melakukan fungsi check and balance dalam kelembagaan. Karena hampir 80 persen itu adalah bagian dari lingkaran kekuasaan," kata Aria Bima saat acara seminar Kagama 'Prospek Demokrasi Indonesia' di Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Aria menyebut saat ini hanya ada dua partai yang paling mungkin menjadi oposisi. Salah satunya ialah partainya sendiri, PDI Perjuangan.

Baca Juga: PDIP Tantang Budi Arie Sebut Nama Sosok T Terkait Kasus Judol: Gak Usah Pakai Inisial!

"Seberapa pun besar (partai koalisi), PDI Perjuangan mungkin bersama PKS, tetap akan menjadi oposisi dalam kelembagaan bukan oposisi yang apriori," imbuhnya.

Lemahnya peran DPR, dikatakan oleh Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, memang sengaja dilakukan oleh pemerintah pusat. Pelemahan tersebut dilakukan secara sadar dan legal sehingga menutup celah pelanggaran hukum untuk mencrgah tuntutan publik.

Buvitri menjelaskan, tindakan itu disebut sebagai autokratik legalism atau pelemahan secara legal untuk melahirkan otokratisme dan mematikan demokrasi.

"Caranya adalah dengan membunuh sistem yang memungkinkan adanya akuntabilitas. Karena demokrasi adalah soal akuntabilitas. Jadi, dari dalam riset saya itu, salah satunya yang saya tangkap adalah cara legal untuk mematikan DPR," kata Bivitri saat acara seminar yang sama.

Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menyebutkan bahwa praktik autokratik legalism banyak dipotret oleh para peneliti sebagai salah satu penyebab rubuhnya demokrasi di banyak negara karena tidak ada perlawanan dari masyarakat yang merasa baik-baik saja.

Baca Juga: PDIP Bantah 'T' Timses Ganjar-Pramono, Budi Arie Didesak Buka Data Bukan Inisial

"Dan buat saya, Indonesia adalah lahan yang sangat subur untuk autokratik legalism, karena cara kita dididik dari SD bahkan, warga negara yang baik adalah warga negara yang taat hukum. Bener, tapi kan kita nggak dikasih ruang untuk kritis terhadap hukum," tuturnya.

Dia menegaskan bahwa di atas hukum, seharusnya tetap ada moralitas dan etik yang tetap harus diutamakan dalam bernegara dan menjalankan pemerintahan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI