Suara.com - Tomy Winata merupakan konglomerat terkenal di Indonesia. Ia bahkan dijuluki sebagai salah satu dari 9 Naga, sebuah sebutan untuk kelompok pengusaha yang memiliki pengaruh besar di Tanah Air.
Banyak orang penasaran dengan latar belakang pendidikan Tomy Winata. Menurut informasi yang dikumpulkan, pengusaha sukses itu hanya menamatkan sekolah hingga tingkat SMP. Keterbatasan finansial dan ketertarikannya pada dunia politik membuatnya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai seorang anak yatim piatu dari keluarga sederhana, Tomy melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi adalah hal yang sulit baginya.
Namun, kerja keras Tomy membuahkan hasil ketika ia mendapatkan proyek pertamanya untuk membangun kantor koramil di Singkawang. Proyek tersebut menjadi langkah awal dari perjalanan suksesnya di dunia bisnis.
Sepak Terjang dan Gurita Bisnis Tomy Winata
Tomy Winata merintis karier bisnisnya sejak muda dan kini ia pun menguasai berbagai sektor. Kiprah Tomy bermula sejak usia 15 tahun, ketika ia mendapatkan proyek pertamanya dari seorang pejabat militer di Singkawang. Proyek pembangunan kantor Koramil itu menjadi awal kesuksesannya di dunia bisnis properti dan infrastruktur.
Perjalanan Tomy terus berlanjut saat ia dipercaya sebagai penyalur barang ke tangsi-tangsi tentara di berbagai wilayah, termasuk Papua, Makassar, dan Ambon.
Selama bertugas di Papua, Tomy menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh militer seperti Yorrys Raweyai, Letnan Jenderal TNI (Purn) Tiopan Bernard Silalahi, dan Jenderal Edy Sudrajat. Relasi ini memperkuat jaringan bisnisnya di masa-masa awal.
Tahun 1988, Tomy bersama Yayasan Kartika Eka Paksi milik TNI AD berhasil menyelamatkan Bank Propelat yang semula dimiliki Yayasan Siliwangi. Bank tersebut diubah menjadi Bank Artha Graha dan dalam waktu 1,5 tahun kembali stabil.
Di tengah krisis ekonomi, Tomy juga berhasil menyehatkan perusahaan lain, Artha Pusara, yang kemudian berganti nama menjadi Artha Pratama.
Karier Tomy semakin bersinar ketika ia mendirikan PT Danayasa Arthatama pada 1989. Melalui perusahaan ini, ia mengembangkan proyek Sudirman Central Business District (SCBD) di Jakarta, sebuah kawasan bisnis modern seluas 45 hektare yang kini dikenal sebagai "Jantung Segitiga Emas" Jakarta. SCBD menjadi ikon perkembangan properti di ibu kota.
Tahun 2003, Tomy mengambil alih PT Bank Inter-Pacific, yang kemudian mengakuisisi Bank Artha Graha pada 2005 dan berganti nama menjadi Bank Artha Graha Internasional. Perkembangan bisnisnya terus meluas, termasuk kepemilikan saham di Hotel Borobudur melalui PT Jakarta International Hotels dan Development.
Tahun 2016, Tomy tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan sekitar US $110 juta atau Rp 1,6 triliun. Sumber kekayaannya berasal dari PT Danayasa Arthatama dan pengembangan SCBD.
Tak hanya bisnis dalam negeri, Tomy juga merambah proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Riau, dengan konsesi pengelolaan lahan selama 80 tahun, melalui anak perusahaannya, PT MEG, yang bergerak di sektor pariwisata, perhotelan, dan pelayanan teknik.
Selain sektor bisnis, Tomy juga aktif dalam konservasi alam. Ia membangun Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) di Lampung, sebuah kawasan konservasi seluas 48 ribu hektare yang dikelola oleh yayasannya, Artha Graha Peduli. Melalui TWNC, Tomy menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian alam.