Suara.com - Pertemuan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, dengan Presiden ke-7 Joko Widodo mendapar sorotan. Terutama oleh PDIP, partai pengusung rival Luthfi di Jateng, Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi.
PDIP memandang Luthfi tidak punya mentalitas dan layak sebagai pemimpin. Sebab pertemuan calon kepala daerah dengan mantan kepala negara tersebut dinilai sebagai bentuk mencari endorse atau dukungan.
Lantas, apakah pengaruh sinyal dukungan dari Jokowi masih cukup kuat membantu pemenangan calon kepala daerah, termasuk Luthfi di Jawa Tengah?
Terkait itu, pengamat psikologi politik Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Moh Abdul Hakim menilai sosok Jokowi masih memberikan pengaruh, terlebih untuk Pilkada Jawa Tengah.
Baca Juga: Pede Bakal Banyak Pemilih PDIP Dukung Pasangan RIDO, RK: Tak Ada Jaminan Arahan Partai Diikuti
Menurutnya pengaruh Jokowi di Pilkada Jawa Tengah masih cukup kuat lantaran tingkat keterkenalan dua calon gubernur yang kini bertanding masih terbilang rendah. Kendati karier Luthfi dan Andika moncer di kepolisian dan di TNI, tetapi keduanya belum cukup dikenal masyarakat Jawa Tengah.
"Saya coba jelaskan dari konteksya ya. Sebenarnya kedua sosok cagub di Jateng ini belum terlalu berakar di masyarakat Jateng. Pak Luthfi sudah bertugas dan berkarier di Jateng lebih dari 14 tahun tapi belum dikenal dekat oleh masyarakat," kata Hakim kepada Suara.com, Rabu (6/11/2024).
Rendahnya tingkat keterkenalan mereka di Jawa Tengah berimbas terhadap elektabilitas kedua pasangan calon yang masih rendah.
Diketahui, berdasarkan survei Litbang Kompas elektabikitas Andika dan Hendi unggul tipis dengan 28,8 persen. Sedangkan Luthfi dan Taj Yasin 28,1 persen.
"Hal ini menyebabkan elektabilitas Andika dan Luthfi ini tidak stabil. Contohnya sebelum pencalonan resmi, awalnya suara Luthfi tinggi tapi bergitu ada nama Kaesang, elektabilitasnya goyang," kata Hakim.
Baca Juga: Sudah Tak Jadi Kepala Negara, Jokowi Disebut Ingin Sering Kunjungi IKN
Di luar dari elektabikitas, hasil survei Litbang Kompas pada 15-20 Oktober menunjukkan angka respondes yang belum menentukan pilihan atau undecided voters masih tinggi sebesar 43,1 persen.
Menurut Hakim, banyak undecided voters yang nantinya akan menentukan pilihan berdasarkan sosok Jokowi. Mereka akan mememilih calon yang mendapatkan endorse dari mantan wali kota Solo tersebut.
"Terbukti lagi di survei Litbang Kompas kemarin, 43% pemilih belum menentukan pilihannya alias ragu. Di sisi lain kelompok undecided voters ini mengaku sinyal-sinyal dari Pak Jokowi menjadi pertimbangan penting pilihan mereka di Pilkada Jateng," kata Hakim.
"Jadi ya, pertemuan Luthfi ke Pak Jokowi bisa dibaca sebagai tindakan realistis melihat elektabilitasnya yang belum solid dan masih berpengaruhnya endorsement dari Pak Jokowi," katanya menambahkan.
Gerindra Jawab Sindiran PDIP
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah, Sudaryobo menanggapi santai sindiran dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto terhadap Ahmad Luthfi yang disebut tidak memikiki mental kuat dan layak menjadi pemimpin.
Sindirian tersebut diucapkan Hasto menanggapi pertemuan calon gubernur Jawa Tengah tersebut dengan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Sudaryono pertemuan Luthfi dan Jokowi bukan hal yang dilarang.
"Ya terserah lah, tanyakan sama beliau saja, kalau saya kan masa ngga boleh ketemu? Kan boleh saja," kata Sudaryono di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Sudaryono mengatakan Luthfi yang memiliki kartu tanda anggota Partai Gerindra itunjuga diperkenankan bila ingin bertemu Presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, termasuk bertemu Jokowi.
"Misalnya Pak Luthfi mau ketemu Pak Prabowo kan juga boleh, Pak Luthfi kan kader Gerindra, Pak Luthfi kan ber-KTA Gerindra. Jadi bertemu dengan ketum ya boleh, ketemu dengan Pak Jokowi silaturahmi kan boleh saja," kata Sudaryono.
Menurutnya bila sekadar pertemuan dan silaturahmi dengan tokoh merupakan hal wajar. Terpenting bagi Sudaryono, cagub dan cawagub yang diusung partainya tidak melakukan pelanggaran dalam mengikuti Pilkada.
"Yang penting itu, yang nggak boleh itu money politik itu nggak boleh, kemudian kita ngatur-ngatur ke penyelenggara, kemudian kita ngatur-ngatur itu ngga boleh, yang nggak boleh nggakbboleh, yang boleh ya boleh," ujarnya.
Sebelumnya, Hasto menyoroti calon pemimpin daerah yang meminta endorse ke Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi. Menurutnya sikap tersebut menunjukkan cakada tak memiliki mentalitas dan tak layak menjadi seorang pemimpin.
Sorotan itu disampaikan Hasto menyusul pertemuan antara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi-Taj Yasin dengan Jokowi.
“Siapapun yang datang ke Pak Jokowi itu menunjukkan mentalnya tidak kuat sebagai pemimpin, itu mental kalah, itu mental tidak layak untuk menjadi pemimpin karena mereka harus mendatangkan leverage power,” kata Hasto di Tangerang Selatan, dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (3/11/2024).
Hasto menduga para calon kepala daerah yang datang ke Jokowi ingin ada campur tangan dari aparatur negara di Pilkada. PDIP sendiri berpandangan bahwa Pilpres sudah selesai dan kepala negara kini dijabat Prabowo Subianto yang resmi menjadi Presiden RI.
Hasto mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergerak jika terjadi upaya-upaya campur tangan aparat negara serta oknum penegak hukum dalam Pilkada 27 November, mendatang.
“Kalau Pilkada ini ada yang campur tangan, ada aparatur negara yang campur tangan termasuk oknum-oknum Polri yang mencoba campur tangan, jangan takut mari kita bergerak, kita selamatkan demokrasi, kedaulatan rakyat, apapun resikonya,” tegas Hasto.
Hasto mengingatkan bahwa rakyat hakekatnya mencari calon pemimpin yang mau bergerak ke bawah, mendengarkan dan merasakan langsung penderitaan di masyarakat.
“Mencari pemimpin yang bergerak ke bawah, bukan yang mencari restu-restu, itu model-model lama. Itu mental pemimpin yang tidak kuat,” ujar Hasto.