Suara.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru saja memecat Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, di tengah situasi konflik yang semakin intens dengan Hamas. Keputusan ini mengundang banyak sorotan, terutama karena Gallant adalah figur militer berpengalaman yang kerap berbeda pandangan dengan Netanyahu terkait strategi perang.
Ketegangan antara Netanyahu dan Gallant telah berlangsung lama, terutama soal penanganan konflik yang kini memasuki bulan ke-14 sejak serangan Hamas pada Oktober 2023. Menurut Netanyahu, kepercayaan antara keduanya retak, dengan perbedaan pendapat yang terlalu besar dalam penanganan perang.
“Di tengah perang seperti ini, lebih dari sebelumnya, kepercayaan penuh dibutuhkan antara perdana menteri dan menteri pertahanan,” ungkap Netanyahu.
Gallant, yang sebelumnya seorang jenderal, secara terbuka mengutarakan pendapatnya bahwa strategi militer Israel di Gaza harus segera diarahkan pada kesepakatan yang bisa membebaskan tawanan Israel yang ditahan Hamas.
Baca Juga: Ingin Berantas Koruptor, Baim Wong Mimpi Jadi Menhan Bila Masuk ke Pemerintahan
Hal ini bertolak belakang dengan pandangan Netanyahu yang menginginkan tekanan militer lebih besar terhadap kelompok militan tersebut. Akibat pernyataan itu, Gallant justru mendapat dukungan dari publik yang menganggap pendapatnya lebih solutif, bahkan popularitasnya sempat melampaui Netanyahu.
Keputusan pemecatan ini diduga tak lepas dari dinamika politik domestik. Netanyahu saat ini mendapat tekanan besar dari partai ultra-Ortodoks Haredi, yang menolak rencana Gallant untuk mewajibkan kaum muda Haredi menjalani wajib militer. Para pemimpin Haredi di koalisi pemerintahan Netanyahu bahkan mengancam akan menarik dukungan jika aturan wajib militer tersebut diterapkan.
Israel Katz ditunjuk untuk menggantikan Gallant sebagai Menteri Pertahanan. Meski pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Katz dianggap kurang memiliki pengalaman komando militer dibandingkan Gallant, yang dianggap sebagai ahli strategi.
Sementara itu, posisi Menteri Luar Negeri akan diisi oleh Gideon Saar, yang pernah menjadi rival Netanyahu namun bergabung kembali ke pemerintahan pada September lalu.
Keputusan ini menuai protes dari kubu oposisi, termasuk pemimpin oposisi Yair Lapid yang menyebut pemecatan Gallant sebagai “tindakan gila.” Beberapa kelompok masyarakat juga mengajak publik untuk turun ke jalan sebagai bentuk protes, meskipun energi protes tidak sebesar saat Netanyahu berencana memecat Gallant tahun lalu terkait reformasi yudisial.
Baca Juga: Netanyahu Pecat Menteri Pertahanan di Tengah Memanasnya Perang
Masa depan strategi Israel di Gaza kini berada di tangan Netanyahu dan Katz, sementara masyarakat Israel masih terpecah dalam menghadapi ketidakpastian konflik yang terus berlarut-larut ini.