Benarkah Ujian Nasional Menghabiskan Anggaran dan Energi Negara? Ini Kata Pengamat

Riki Chandra Suara.Com
Selasa, 05 November 2024 | 18:05 WIB
Benarkah Ujian Nasional Menghabiskan Anggaran dan Energi Negara? Ini Kata Pengamat
Ilustrasi ujian Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di SD Negeri 1 Gunungsari, Sadananya, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rencana pemerintah kembali mengadakan Ujian Nasional (UN) dinilai membutuhkan anggaran dan energi besar yang tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. Hal itu dinyatakan pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan.

Menurutnya, pelaksanaan Ujian Nasional tidak hanya memerlukan biaya besar, namun juga berpotensi menambah deretan masalah dalam sektor pendidikan di Indonesia.

"Dengan pendanaan dan energi yang besar, hasil dari pelaksanaan UN tidak sepadan. Masalah seperti kecurangan, kebocoran soal, stres, hingga citra sekolah menjadi persoalan baru dalam pelaksanaan Ujian Nasional," jelas Edi, Selasa (5/11/2024).

Pelaksanaan Ujian Nasional secara serentak pada satu waktu membutuhkan dana besar, terutama untuk sumber daya manusia dan kebutuhan pendukung lainnya.

Edi mengkhawatirkan anggaran pendidikan yang terbatas akan membuat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kewalahan. Apalagi, di tengah janji politik Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini menyatakan akan menaikkan gaji para guru.

Selain menelan banyak biaya, Ujian Nasional juga memerlukan dukungan keamanan dalam penyelenggaraannya. Hal ini terutama untuk menangani kasus kebocoran soal yang kerap terjadi dalam ujian nasional di tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu, Guru Besar Matematika ITB, Iwan Pranoto mengatakan, anggaran besar untuk Ujian Nasional sebaiknya dialihkan untuk meningkatkan kompetensi guru dan memperbaiki fasilitas pendidikan di berbagai wilayah.

Menurutnya, kualitas pendidikan di Indonesia yang masih belum merata akan menyebabkan Ujian Nasional menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal relevansi dan kesetaraan.

"UN tidak relevan untuk Indonesia yang memiliki kondisi beragam. Tidak bisa membandingkan kualitas pendidikan di Papua, Kalimantan, dan Jakarta. Lebih baik jika penilaian diserahkan kepada guru yang lebih mengetahui perkembangan peserta didik," katanya.

Ia menyebut bahwa Asesmen Nasional sudah cukup sebagai solusi dalam menilai standar pendidikan nasional. Dengan menggunakan sampel, Asesmen Nasional dapat mengukur kualitas pendidikan melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.

"Seperti medical check-up, cukup dengan sampling tanpa harus memeriksa semua darah. Sama halnya dengan pendidikan, tidak perlu semua diuji. Jadi Ujian Nasional tidak masuk akal," katanya. (antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI