Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap eks Direktur Pengembangan Perumda Sarana Jaya (2016-2019) Denan Matulandi Kaligis hari ini.
Denan dipanggil untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih," kata Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (4/11/2024).
Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima orang saksi lainnya dalam kasus ini.
Adapun saksi lainnya ialah karyawan swasta bernama M.A Denan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Yurisca Lady Enggrani, Pegawai PT Kalma Indocorpora Mario Prabowo, eks Junior Manajer Sub Divisi Kerja Sama Usaha PPSJ Farouk Maurice Arzby, dan Pemilik KJPP Wisnu Junaidi dan rekan (W&R).
4 Tersangka
Sebelumnya, KPK menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2019-2020.
"KPK melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024- 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Adapun salah satu tersangka yang ditahan ialah Indra S. Arharrys selaku Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Kemudian, tersangka lainnya ialah pejabat PT Totalindo Eka Persada (TEP) yaitu Donald Sihombing selaku Direktur Utama, Saut Irianto Rajagukguk selaku Komisaris, dan Eko Wardoyo selaku Dirut Keuangan.
Eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan juga kembali ditetapkan tersangka.
Namun, dia telah lebih dulu ditahan dalam perkara sebelumnya yaitu pengadaan lahan di Munjul, Ujung Menteng, dan Pulo Gebang daerah Jakarta Timur.
Asep menjelaskan ada dugaan mark up harga terkait pembelian tanah pengadaan lahan di Rorotan. Hal itu mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp223 miliar karena penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021.
Dia juga mengatakan bahwa kerugian negara/daerah tersebut meruoakan nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal (PT Nusa Kirana Real Estate/ PT NKRE) setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB, dan biaya notaris sebesar total Rp147 miliar.
Para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.