Suara.com - Pulau Mauritius di Samudra Hindia memblokir akses ke media sosial pada hari Jumat, hanya beberapa hari menjelang pemilihan umum karena ketegangan meningkat akibat skandal penyadapan.
Langkah mengejutkan itu diumumkan oleh operator telekomunikasi EMTEL, yang mengatakan bahwa mereka diperintahkan pada Kamis malam oleh Otoritas Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk memblokir akses ke semua platform media sosial.
Pemblokiran tersebut akan berlangsung hingga 11 November, sehari setelah pemilihan.
EMTEL mengatakan perintah tersebut merujuk pada posting ilegal yang dapat memengaruhi keamanan nasional dan keselamatan publik.
Baca Juga: Perludem Usul ke Baleg DPR Agar UU Pemilu dan Pilkada Disatukan, Ini Alasannya!
Hal ini menyusul skandal yang mencuat awal bulan ini ketika rekaman rahasia panggilan telepon oleh politisi, jurnalis, anggota masyarakat sipil, dan bahkan diplomat asing bocor secara daring.
Tidak ada komentar langsung dari pemerintah tentang larangan media sosial tersebut.
"Ini mengejutkan, menjijikkan, dan tidak dapat diterima. Ini pertanda kepanikan," kata Paul Berenger, salah satu pemimpin koalisi oposisi Aliansi untuk Perubahan.
"Kami berhadapan dengan orang-orang yang berbahaya bagi negara. Para pengacara sedang mengupayakan apa yang dapat dilakukan secara hukum. Kami akan bergerak sangat cepat di tingkat hukum dan politik." Perdana Menteri Pravind Kumar Jugnauth tengah berupaya untuk dipilih kembali sebagai pimpinan Gerakan Sosialis Militan.
Ia mewarisi jabatan perdana menteri setelah ayahnya meninggal pada tahun 2017 dan mengamankan kemenangan bagi koalisinya dalam pemilihan umum dua tahun kemudian.
Baca Juga: Soroti Tren Medsos: Guru Malas Tegur Siswa, Takut Dikasuskan oleh Orang Tua
"Ini adalah tindakan putus asa terakhir dari sebuah rezim yang sedang kacau," kata Nando Bodha, pimpinan kelompok oposisi Linion Reform.
"Ini menyerang langsung hak-hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi, termasuk kebebasan berekspresi," tambahnya, sambil menyerukan intervensi oleh Komisi Pemilihan Umum untuk memastikan pemilihan umum berlangsung "bebas dan adil".