Suara.com - Presiden Prabowo Subianto didesak segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materil terkait klaster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebutkan, ada tiga poin yang mesti ada di dalam Perppu. Pertama, isi keputusan MK dalam putusan perkara nomor 168/PUU/XXI/2024.
Kedua, dalam Perppu harus dinyatakan bahwa klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja batal demi hukum. Dan ketiga, isi Perppu dimuat ketentuan masih berlakunya UU 13 Tahun 2003.
"Kami minta secepatnya dibentuk undang-undang baru, sebagaimana yang diperintahkan oleh MK," kata Said Iqbal saat konferensi pers di tengah massa aksi buruh di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan, Buruh Tuntut Prabowo Batalkan Kenaikan Upah Berdasar PP 51/2023
Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahuddin menjelaskan bahwa pemerintah harus membuat pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang baru akibat keputusan MK tersebut. Akan tetapi, Partai Buruh mendorong agar ditetapkan Perppu sebelum dibentuknya undang-undang baru secara normatif oleh DPR.
Menurut Said, penerbitan Perppu dianggap sebagai bukti keseriusan Presiden Prabowo berpihak kepada rakyat kecil dan buruh pekerja. Selain itu, Perppu juga bisa mempermudah DPR dalam membentuk UU ketenagakerjaan.
"Sepanjang proses ke depannya, sisa-sisa yang belum diperbaiki, itu kita bahas bersama. Jadi dengan begitu, aturan main ketenagakerjaan, hukum ketenagakerjaan itu betul-betuk komprehensif," kata Said.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi UU Cipta Kerja. Partai Buruh mencatat ada 21 norma hukum gugatan yang berhasil dikabulkan oleh MK.
Dalam amar putusannya, MK menjawab dalil-dalil para pemohon yang terdiri dari penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak lagi berdasarkan izin, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya atau outsourching, cuti, pengupahan, ketentuan pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).