Suara.com - Kejaksaan Agung belum merinci terkait motif dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan periode tahun 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan kasus ini murni penegakan hukum, tidak ada politisasi.
“Tidak ada politisasi ini murni penegakan hukum ya,” kata Harli Siregar di Kejaksaan Agung, Kamis (31/10/2024).
Saat ini, lanjut Harli, pihaknya masih melakukan pendalaman soal impotasi gula yang dilakukan dalam periode tahun 2015-2016.
“Jadi begini yang kita tangani merupakan dugaan tindak pidana dalam importasi gula tahun 2015-2016, nah itu tentu menurut hukum acara harus fokus disitu. Sesuai dengan surat perintah penyelidikan,” jelas Harli.
Terkait itu, Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya mengatakan seharusnya dalam penahanan Tom Lembong, Kejaksaan Agung agar tidak sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum.
Namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara.
“Di sini, penting bagi Kejaksaan Agung mengurai dan mengaitkan unsur pasal dengan kesalahan yang disangkakan,” kata Diky dalam keterangannya, Kamis.
Menurut Diky, setiap orang yang menyebabkan kerugian keuangan negara, yakni setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat alias mens rea dan tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi.
Baca Juga: Sebut Kejagung Tak Punya Alasan Pidanakan Tom Lembong, Begini Kata Pakar Hukum Abdul Fickar
“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” jelasnya.
Diky menegaskan pihaknya mendesak agar penyidik juga melakukan pengembangan kasus, khususnya untuk menemukan aktor-aktor lain yang diduga terlibat.
Menurutnya jika dicermati lebih lanjut, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, tapi juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
“Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut,” pungkasnya.