Suara.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut penggunaan pasal yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjerat eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak jelas.
Fickar menilai pasal 2 dan 3 pada Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) masih belum jelas jika dikaitkan dengan peran Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula kristal.
“Pasal 2 itu perbuatannya dianggap melawan hukum, dalam konteks TL ini tidak jelas karena sebagai menteri, pejabat publik TL punya kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan, termasuk mengeluarkan izin. Dari sudut ini, tuduhan mengada-ada,” kata Fickar saat dihubungi Suara.com, Kamis (31/20/2024).
“Pasal 3 itu penyalahgunaan kewenangan, ini kontrksnya jika ada kebijakan yang didasarkan pada perolehan suap atau gratifikasi baru busa disebut melanggar,” tambah dia.
Dari pengunaan dua pasal oleh tim penyidik Kejagung ini, Fickar menilai tidak jelas dari mana asal kerugian negara yang disebut mencapai Rp 400 miliar itu.
“Demikian juga kasus Tom Lembong ini, tidak jelas kerugian negaranya di mana, impor kan juga ada pemasukan negaranya, pajak dan bea masuk,” tandas Fickar.
Kejagung RI sebelumnya menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung juga resmi menahan Tom Lembong selama 20 hari.
Penetapan dan penahanan terhadap Tom Lembong disampaikan oleh Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI Abdul Qohar pada Selasa (29/10/2024).
Selama penahanan, Tom Lembong ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS sebagai tersangka kasus serupa. Penanahan terhadap CS dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung