PSPK: Sistem Pendidikan Indonesia akan Mundur Bila UN Dikembalikan

Kamis, 31 Oktober 2024 | 10:01 WIB
PSPK: Sistem Pendidikan Indonesia akan Mundur Bila UN Dikembalikan
Ilustrasi ujian nasional
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mengembalikan Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan siswa dinilai bisa jadi suatu kemunduran sistem pendidikan Indonesia. Usulan mengenai UN kembali diadakan belakangan menguat seiring pergantian pemerintahan serta bergantinya sosok Menteri Pendidikan.

Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Annisa Faridz mengatakan, UN cenderung selalu mempengaruhi proses belajar. Baik siswa, orang tua, serta sekolah yang hanya akan fokus terhadap UN karena menjadi penentu kelulusan.

"Kalau misalnya ujian nasional dikembalikan, di mana ujian itu berisiko tinggi terhadap anak bisa jadi nggak lulus atau memalukan sekolahnya, jadi bebannya itu tinggi, kita sebutnya sebagai high stake test, maka itu akan memengaruhi perilaku belajarnya. Orang juga akan belajarnya fokus pada apa yang di-UN kan," kata Annisa ditemui di Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Sistem ujian secara nasional itu pertama kali diadakan di Indonesia pada tahun 1950 dengan berulang kali ganti nama hingga akhirnya menjadi Ujian Nasional. Annisa menyebut, selama itu Indonesia sebenarnya sudah mengalami sejarah panjang mengenai UN serta melihat berbagai dampak buruk yang terjadi.

Baca Juga: UN Kembali Digaungkan, Ketua Komisi X DPR: Jangan Membuat Anak Jadi Stres

"Kita sudah melihat dampak buruknya ada nyontek-nyontekan, bahkan itu dilegalisasi demi memastikan 100% itu lulus. Kalau nggak nanti akreditasi sekolahnya turun dan sebagainya. Itu yang kita nggak mau kejadian lagi. Jadi mengembalikan UN itu bukan cuma sekadar mengembalikan ujiannya, tapi itu akan mengubah seluruh proses yang lagi kita jalani," tutur Annisa.

Dibandingkan dengan assement nasional yang digunakan sebagai pengganti UN sejak 2021, menurut Annisa, konsep itu lebih tidak berdampak apapun terhadap siswa.

Dia melihat secara peraturan perundangan pemerintah, baik pusat ataupun daerah, hanya bisa mengevaluasi dan memengaruhi sistem pendidikan, tidak langsung terhadap peserta didik.

"Jadi urusan anak didik, kualitas belajarnya, yang mengevaluasi itu harus gurunya bukan pemerintah pusat. Jadi adanya UN kalau dengan alasan biar tahu anaknya atau memotivasi anak (belajar) itu tuh paradigma yang keliru banget," kata Annisa.

Baca Juga: Kim Jong Un Minta Pasukan Nuklir Bersiap, Perang Korea Bakal Terjadi?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI