Israel Mulai Krisis Tentara: Kelelahan hingga Kehilangan Pekerjaan di Tengah Perang Gaza dan Lebanon

Aprilo Ade Wismoyo Suara.Com
Rabu, 30 Oktober 2024 | 18:02 WIB
Israel Mulai Krisis Tentara: Kelelahan hingga Kehilangan Pekerjaan di Tengah Perang Gaza dan Lebanon
Tentara Israel IDF (Instagram/idf)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Banyak pekerja lepas harus menutup usaha karena perang, meskipun pemerintah menjamin pendapatan minimum bagi prajurit cadangan.

"Keberhasilan kolektif masih lebih tinggi daripada pencapaian individu, tetapi biayanya terlalu besar bagi keluarga saya," kata prajurit cadangan itu, seraya menambahkan bahwa ia menghabiskan hampir enam bulan di Gaza tahun ini.

Perang yang sedang berlangsung telah mengobarkan perdebatan publik tentang wajib militer bagi orang Yahudi ultra-Ortodoks, yang banyak di antaranya dibebaskan dari dinas militer.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memperlihatkan operasi militer di Jalur Gaza. (IDF/HO via Xinhua)
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memperlihatkan operasi militer di Jalur Gaza. (IDF/HO via Xinhua)

Menurut Institut Demokrasi Israel (IDI), penganut ultra-Ortodoks mencakup 14 persen dari populasi Yahudi Israel, yang mewakili sekitar 1,3 juta orang. Sekitar 66.000 dari mereka yang berusia wajib militer dikecualikan, menurut militer.

Berdasarkan aturan yang diadopsi saat Israel didirikan pada tahun 1948, saat aturan tersebut hanya berlaku untuk 400 orang, penganut ultra-Ortodoks secara historis dikecualikan dari dinas militer jika mereka mendedikasikan diri untuk mempelajari teks-teks suci Yahudi.

Pada bulan Juni, Mahkamah Agung Israel memerintahkan wajib militer bagi siswa yeshiva (seminari) setelah memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melanjutkan pengecualian tersebut "tanpa kerangka hukum yang memadai".

Partai-partai politik ultra-Ortodoks dalam koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyerukan kerangka kerja semacam itu sebelum pemungutan suara anggaran pada akhir tahun.

Aryeh Deri, pemimpin partai ultra-Ortodoks Sephardi Shas, mengatakan bahwa ia berharap "dapat menyelesaikan masalah wajib militer" bagi siswa seminari. 'Ringankan beban'

Sekitar 2.000 istri prajurit cadangan dari gerakan Zionis religius, yang menggabungkan gaya hidup religius dengan partisipasi militer, menandatangani surat terbuka yang meminta untuk "meringankan beban bagi mereka yang bertugas".

Baca Juga: Dramatis! Delegasi Eropa Diserang Gas Air Mata Saat Petik Zaitun di Tepi Barat

"Tidak ada kontradiksi antara studi Taurat dan dinas militer, keduanya berjalan beriringan," kata akademisi Tehila Elitzur, ibu dan istri seorang prajurit cadangan, kepada surat kabar Yediot Aharonot.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI