Suara.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah bolak-balik diperiksa sebagai saksi sebelum ditetapkan menjadi tersangka.
Harli mengungkapkan, sebelum dijerat menjadi tersangka, Tom Lembong telah diperiksa sebagai saksi sebanyak 3 kali. Tom Lembong dipanggil menjadi saksi sejak Oktober 2023 lalu.
“Terkait dengan pemeriksaan yang bersangkutan sejak kurun waktu 2023 sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi. Dan kemarin tentu beliau dipanggil, yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi,” kata Harli, di Kejaksaan Agung, Rabu (30/10/2024).
Meski demikian, Harli menegaskan ditetapkannya eks Co-Captain Timnas Amin dalam Pilpres 2024 lalu ini, tidak ada unsur politisasi.
“Saya sampaikan, bahwa dalam penanganan di sini tidak ada politisasi hukum,” tegas Harli.
Yang dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Kejagung merupakan murni penegakan hukum.
“Ini murni penegakan hukum bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup,” katanya.
Dalam perkara ini, Harli mengatakan, Tom Lembong bersama seorang berinisial CS selaku Direktur Pengembangan bisnis pada PT PPI 2015-2016 dianggap telah memenuhi dua alat bukti.
Sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi importasi gula periode 2015-2023.
Baca Juga: Harta Tom Lembong, Mantan Menteri yang Punya Kekayaan Lebih dari Rp 100 Miliar
Tom Lembong saat itu menjabat Menteri Perdagangan periode tahun 2015-2016. Saat itu, Tom memberikan izin untuk melakukan impor gula meski stok gula nasional sedang mengalami surplus.
Tom Lembong kemudian mengizinkan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP untuk mengolah gula kristal mentah alias GKM menjadi gula ktlristal putih atau GKP.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN.
Tetapi berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tom Lembong, dilakukan oleh PT AP dan Impor GKM tersebut tidak melalui rapar koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Pada bulan Desember, Tom Lembong juga menggelar rapat koordinasi bidang perekonomian, menyebut jika Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200 ribu ton, sehingga untuk menstabilisasi harga gula maka akan dilakukan impor.
Setelahnya, Tom Lembong bersama CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.
Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.
Kemudian saat Januari 2016, Tom Lembong menandatangai surat penugasan kepada PT PPI yang berisi untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.
Kedelapan perusahaan swasta ini kemudian mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelahnya, kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
Atas praktik tersebut, negara mengalami kerugian senilai Rp400 miliar yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI).
Usai dijerat tersangka, Tom Lembong langsung ditahan untuk 20 hari ke depan, di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sementara CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1)dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.