Suara.com - Otoritas Israel pada Senin kemarin waktu setempat telah meloloskan sebuah undang-undang yang melarang badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) beroperasi di negaranya tersebut.
"Sidang pleno Knesset pada Senin malam pada pembacaan kedua dan ketiga menyetujui UU untuk memutuskan hubungan resmi dengan dan menghentikan aktivitas UNRWA, yang beberapa operatornya diduga berpartisipasi dalam pembantaian (oleh kelompok Palestina Hamas) pada 7 Oktober (tahun lalu)," kata sebuah laporan oleh harian Israel Yedioth Ahronoth.
Menanggapi hal itu, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia dalam kontra-terorisme, Ben Saul, pada Senin (28/10) mengecam tindakan militer Israel di Gaza dan menyerukan kepada semua negara untuk menghentikan pasokan senjata kepada Israel, dengan alasan pelanggaran hukum humaniter.
Berbicara dalam konferensi pers di New York, Saul menyoroti “pola serangan yang disengaja, sembarangan, dan tidak proporsional yang merugikan banyak warga sipil” oleh Israel.
Baca Juga: 45 Juta Warga AS Sudah Memilih, Trump Atau Harris Yang Menang?
Saul menggambarkan penggunaan “amunisi dengan daya ledak tinggi di area padat penduduk, yang secara alami tidak dapat membedakan antara warga sipil dan target militer,” serta penggunaan kelaparan dan penolakan bantuan sebagai “senjata perang.”
Menggarisbawahi kekhawatiran atas tindakan Israel yang melanggar norma-norma internasional, Saul kembali menyerukan “semua negara untuk tidak menyediakan senjata atau amunisi kepada Israel, karena itu akan melanggar kewajiban negara lain dalam memastikan penghormatan terhadap hukum humaniter.”
Ia juga menyatakan kekecewaannya terhadap Israel yang mengabaikan seruan berulang dari badan internasional untuk menghormati hukum humaniter.
"Sayangnya, Israel tidak menanggapi pesan dari Dewan Keamanan, Mahkamah Internasional, jaksa Pengadilan Kriminal Internasional, banyak pemerintah, Majelis Umum, dan Dewan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Saul juga menjelaskan perbedaan antara perlawanan yang sah dan terorisme, dengan mengatakan bahwa berdasarkan hukum internasional, masyarakat yang menghadapi pendudukan atau kolonialisme memiliki hak untuk melawan.
Baca Juga: Israel Tangkap 100 Orang di Rumah Sakit Gaza Utara
Ia menekankan bahwa “hak untuk melawan ini harus dilakukan sesuai dengan hukum humaniter internasional,” seraya menambahkan bahwa “pembebasan nasional dan penentuan nasib sendiri adalah tujuan yang adil, tetapi... Anda tidak dapat membunuh warga sipil, dengan sengaja menyerang warga sipil, atau menyandera mereka.”
Saul menegaskan bahwa “ini adalah garis merah dalam hukum internasional bagi semua pihak,” menggarisbawahi pentingnya menjaga standar ini dalam setiap konflik.
UU tersebut akan berlaku dalam 90 hari.
Di bawah UU baru itu, yang didukung sebagian besar anggota Knesset, UNRWA "tidak akan mengelola institusi apapun, memberikan layanan apapun, atau melakukan kegiatan apapun, baik secara langsung atau tidak langsung di wilayah kedaulatan Israel," sebut laporan itu.
Undang-undang tersebut selanjutnya menetapkan bahwa “kegiatan UNRWA di Yerusalem Timur akan dihentikan dan kewenangan badan tersebut akan diserahkan kepada tanggung jawab dan kendali Israel.”
RUU terpisah dari anggota Knesset Ron Katz, Yulia Malinovsky dan Dan Illouz, yang disetujui oleh anggota parlemen dengan suara 87-9, mengamanatkan agar Israel memutuskan semua hubungan dengan UNRWA, yang melarang kerja sama atau hak istimewa apa pun yang sebelumnya dimiliki badan tersebut.
UU baru tersebut membatalkan perjanjian 1967 yang mengizinkan UNRWA beroperasi di Israel, menghentikan kegiatannya di negara tersebut, dan melarang kontak antara pejabat Israel dan karyawan lembaga tersebut. UU itu juga menetapkan bahwa staf UNRWA tidak akan menerima visa diplomatik, menurut harian tersebut. [Antara].