Suara.com - Banyak asumsi keliru yang beredar di masyarakat, seolah-olah Nabi Muhammad SAW tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran sebelum menikah dengan Khadijah.
Faktanya, sejak muda, Nabi Muhammad SAW telah aktif bekerja dan menunjukkan karakter mulia yang kemudian menjadi teladan bagi umatnya.
Sebagaimana para Nabi sebelumnya, Muhammad bekerja sebagai penggembala di daerah Bani Sa‘d, Makkah. Pekerjaan menggembala ini tidak hanya melatih ketekunan dan kesabaran beliau, tetapi juga membangun kedekatan dengan alam serta rasa tanggung jawab yang tinggi.
Meski sederhana, pekerjaan ini sangat berperan dalam membentuk karakter Nabi Muhammad Saw yang kuat, penuh kasih sayang, dan berjiwa pemimpin.
Mengutip ulasan di situs resmi Muhammadiyah, pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad Saw mendapat kepercayaan besar dari Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha sukses dan wanita terhormat di Makkah. Khadijah, yang dikenal sebagai "Putri Quraisy" dan "Sang Suci" karena kedermawanan serta kejujurannya, mempercayakan bisnisnya kepada Muhammad Saw setelah rekomendasi dari pamannya, Abu Thalib. Kepercayaan ini muncul karena reputasi Nabi sebagai Al-Amin (yang tepercaya) dan Al-Shadiq (yang jujur).
Pada tahun 595 M, Khadijah meminta Muhammad Saw untuk memimpin perjalanan dagang ke Suriah, ditemani oleh Maisarah, pelayan setia Khadijah. Selama perjalanan tersebut, Maisarah menyaksikan banyak kualitas luhur dari kepribadian Muhammad SAW yang kemudian diceritakannya kembali kepada Khadijah.
Usaha dagang ini berhasil memberikan keuntungan besar bagi Khadijah, sekaligus menunjukkan ketulusan dan kejujuran Nabi yang semakin membuat Khadijah tertarik pada beliau.
Khadijah akhirnya mengutus temannya, Nafisah, untuk menyampaikan minatnya kepada Nabi Muhammad Saw. Setelah keluarga berdiskusi, keduanya menikah dalam sebuah pernikahan yang menjadi pilar penting dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw.
Khadijah selalu mendampingi dan mendukung beliau, terutama ketika masa-masa kenabian datang, menghadapi tantangan besar dari masyarakat Makkah.
Dari perjalanan hidup ini, terlihat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pekerja keras dan jujur, bukan pengangguran seperti anggapan sebagian orang. Beliau telah membangun reputasi mulia melalui pekerjaannya, memberikan teladan tentang pentingnya kejujuran, ketekunan, dan amanah dalam kehidupan dan pekerjaan.
Pengurus Pusat Muhammadiyah memberikan klarifikasi terkait pernyataan Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1, Suswono, yang menyebut pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah sebagai contoh janda kaya yang menikahi pria "pengangguran." Muhammadiyah menilai pernyataan tersebut keliru dan perlu diluruskan.
Muhammadiyah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sudah aktif bekerja sejak usia muda, bahkan sebelum menikah dengan Khadijah.
“Asumsi ini perlu diluruskan karena jauh dari kenyataan. Nabi Muhammad SAW, sejak usia muda, telah aktif bekerja, bahkan menunjukkan karakter yang luar biasa yang kelak menjadi inspirasi bagi kita umatnya,” tulis Muhammadiyah melalui artikel di situs resmi mereka yang turut dibagikan di akun X @muhammadiyah pada Senin (28/10/2024).
Sebelumnya, Suswono, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2024, membahas soal janda kaya menikahi pemuda nganggur sebagai solusi pengentasan kemiskinan memicu beragam reaksi publik.
Ia mengaku terinspirasi dari sosok Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai saudagar kaya pada masanya.
Dalam keterangannya, Suswono mengungkapkan bahwa Khadijah, sebagai seorang konglomerat, memberikan contoh bahwa seorang wanita kaya dapat menikahi pria yang belum mapan secara finansial.
"Coba ingat Khadijah, enggak? Tahu Khadijah, kan? Dia kan konglomerat. Nikahi siapa? Ya nabi waktu itu belum jadi nabi. Masih 25 tahun pemuda, kan? Nah, itu contoh kaya begitu," ujarnya.
Pernyataan tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan netizen, yang merespons dengan beragam komentar di media sosial. Banyak yang mempertanyakan relevansi pernyataan tersebut dalam konteks saat ini dan menilai bahwa analogi antara Khadijah dan situasi sosial sekarang perlu dipahami lebih dalam. Pernyataan itu seolah menempatkan solusi pengentasan kemiskinan pada pernikahan antara janda kaya dan pemuda nganggur.