Bikin Minoritas Kian Terpojok! 5 Kebijakan Pemerintah yang Dicap Diskriminasi Gender: Dari Atur Busana sampai Agama

Jum'at, 25 Oktober 2024 | 18:40 WIB
Bikin Minoritas Kian Terpojok! 5 Kebijakan Pemerintah yang Dicap Diskriminasi Gender: Dari Atur Busana sampai Agama
Ilustrasi--Bikin Minoritas Makin Terpojok! 5 Kebijakan Pemerintah yang Dicap Diskriminasi Gender: Dari Atur Busana sampai Agama. (pexels.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komnas Perempuan mencatat ada lima kategori mengenai kebijakan pemerintah yang diskriminasi gender. Analisis selama 2009 sampai 2023, ditemukan bahwa ada sekitar 450 kebijakan pemerintah yang diskriminatif gender. 

Dari ratusan kebijakan itu, 65 persen di antaranya menyasar terhadap perempuan. Dari temuan tersebut, Komnas Perempuan kemudian membaginya kembali dalam berbagai kategori. 

"Kategori pertama, kriminalisasi terhadap perempuan. Ini biasanya atau kebanyakan isinya mengatur tentang kekejadian umum, pornografi, dan lain-lain," kata Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor dalam diskusi Media Talk di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Kategori kedua, mengatur tentang kontrol tubuh.

Baca Juga: Prancis Larang Atlet Muslimahnya Pakai Hijab saat Bertanding di Olimpiade Paris 2024, Termasuk Sepak Bola

Ulfa menjelaskan, kebijakan itu biasanya mengatur tentang pembatasan berbusana atau keharusan menggunakan busana tertentu hingga pemaksaan busana atas ajaran tertentu. Misalnya, satu daerah yang mewajibkan penggunaan jilbab bagi setiap warga mauapun pengunjung perempuan.

Anggota KPAI Maria Ulfah. (Pebriansyah Ariefana/suara.com)
Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor. (Pebriansyah Ariefana/suara.com)

Kemudian kategori ketiga terkait dengan pengaturan pembatasan agama.

"Ini khususnya ditujukan pada kelompok minoritas karena kita tahu bahwa di Indonesia ini banyak sekali kelompok-kelompok agama leluhur. Agama-agama yang menurut mereka adalah agama tidak bisa diidentifikasi, direkatkan pada agama tertentu yang disebut dengan agama mayoritas. Mereka punya keyakinan sendiri bahkan menegaskan bahwa itu berbeda dengan agama yang diidentifikasi oleh pemerintah," tutur Ulfa.

Akan tetapi, karena hanya ada enam agama yang diakui oleh pemerintah secara hukum dan dalam proses pengurusan berbagai administrasi negara perlu mencantumkan agama tertentu, Ulfa mengungkapkan, masyarakat dengan agama lelubur itu ada yang terpaksa harus mengikuti salah satu di antara agama mayoritas. 

"Ini yang juga seringkali menjadi perdebatan ya dan juga terjadi diskriminasi di situ. Bahkan ada di antaranya juga yang tidak bisa mendapatkan akte pernikahan misalnya," ujarnya.

Baca Juga: Tak Ada Tempat Bagi Predator Seksual, Komnas Perempuan Dorong Para Korban Berani Speak Up: Laporkan!

Kategori keempat juga mengenai pengaturan kehidupan beragama, di antaranya berupa kewajiban mengenai pakaian, kemudian pemaksaan untuk mengikuti aktivitas maupun ibadah tertentu.

Kategori terakhir ialah pengaturan tenaga kerja, khususnya pada pekerja migran  yang harus meminta izin, baik kepada suami maupun juga keterbatasan maupun tidak ada perlindungan dari tempat kerja, terutama di negara tujuan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI