Ironi Bikin Elus Dada, Pemantau Pendidikan Bongkar Penyebab Masih Banyak Siswa SMP Belum Bisa Baca

Rabu, 23 Oktober 2024 | 12:27 WIB
Ironi Bikin Elus Dada, Pemantau Pendidikan Bongkar Penyebab Masih Banyak Siswa SMP Belum Bisa Baca
Ilustrasi---Bikin Elus Dada, Pemantau Pendidikan Bongkar Penyebab Masih Banyak Siswa SMP Belum Bisa Baca. [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonensia (JPPI) menemukan fakta di lapangan bahwa masih banyak siswa SMP yang belum bisa baca. Fenomena itu ditemukan ketika Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji lakukan kunjungan ke sekolah-sekolah di berbagai daerah. 

Ubaid mengaku, dirinya terkejut ketika mendapati banyak siswa SMP justru tidak bisa membaca. 

"Ada dua model anak SMP, yang pertama dia enggak bisa baca, kedua dia bisa baca tapi enggak paham yang dibaca apa," kata Ubaid dalam diskusi 'Catatan Masyarakat Sipil Untuk Perbaikan Sektor Pendidikan' di Jakarta, Selasa (22/10/2024). 

Ubaid kemudian coba menelusuri penyebab siswa SMP tidak bisa baca. Dia memulai dengan melihat buku-buku ajar di sekolah dasar (SD) tentang pelajaran membaca. Ubaid menemukan bahwa proses belajar membaca memang dibebankan pada materi ajar kelas 1 SD.

Baca Juga: Belum Kerja Malah Berulah, Analis 'Kuliti' Blunder Menteri Prabowo: Imbas dari Seleksi Kabinet Prematur!

Ilustrasi Siswa SD - Kapan Siswa SD, SMP, SMA Masuk Sekolah? (Pixabay)
Ilustrasi Siswa SD. (Pixabay)

Hal itu berdasarkan arahan Menteri Pendidikan era Nadiem Makarim bahwa masuk SD tidak perlu tes baca tulis. Dan pendidikan anak usia dini hanya khusus mengasah kemampuan kognitif, motorik, dan imajinasi anak. Tetapi sayangnya, materi belajar membaca pada kelas 1 SD, dinilai Ubaid, waktunya terlalu singkat.  

"Ketika saya membaca buku-buku Bahasa Indonesia kelas 1 SD, itu pelajaran membaca A, B, C, D, sampai Z, hanya ada dalam satu Bab dari sekian Bab yang ada di buku itu. Pertanyaannya, satu Bab itu diajarkan di sekolah, bisa sampai berapa kali pertemuan? Sementara di pelajaran yang lain, seperti matematika instruksinya membaca. Di pelajaran olahraga instruksinya juga membaca," tuturnya.

Dia menemukan bahwa buku pelajaran lain siswa kelas 1 SD kebanyakan sudah dalam siap membaca. Padahal saat itu, anak-anak juga belum bisa membaca.

Masalah keterlambatan bisa membaca lebih banyak terjadi pada anak-anak dengan keterbatasan ekonomi maupun orang tuanya yang tidak terlalu memperhatikan perkembangan proses belajar anaknya.

"Orang tua yang pada umumnya, misalnya nggak punya kemampuan untuk mengajari anak, enggak punya uang untuk bimbel membaca, otomatis pelajaran semakin lama, anak akan ketinggalan. Sehingga SMP kita ketemu fenomena nggak bisa baca. Atau pun dia bisa baca, enggak ngerti maksudnya," ujar Ubaid.

Baca Juga: Nyelekit! Bagi-bagi Makan Siang Gratis di Hari Ketiga jadi Wapres, Aksi Gibran Dicap Tiru Jokowi: Like Father Like Son

Menurutnya, fenomena itu menunjukan bahwa pendidikan dasar saat ini telah gagal menumbuhkan literasi, numerasi, dan sains pada anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI