Suara.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diminta untuk bergerak cepat dalam menangani persoalan ekonomi negara. Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mengatakan, saat ini pekerjaan rumah pemerintah adalah harus mendapat solusi atas penurunan kelas yang dihadapi masyarakat menengah.
Dia menyarankan, pemerintah Prabowo harus melakukan transisi berkelanjutan tanpa ada gejolak yang berarti. Terobosan-terobosan ekonomi yang dilakukan harus dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan.
“Pemerintah baru sebaiknya tidak banyak melontarkan janji-janji yang tidak realistis serta melontarkan berbagai statement yang tidak produktif. Selain itu, pemerintah harus dalam waktu cepat memberikan solusi terhadap penurunan jumlah kelas menengah dan juga protes kelas menengah dengan program yang realistis,” kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/10/2024).
Teguh pun berharap pemerintah dapat menjaga data rill ekonomi hingga ke daerah untuk menjaga stabilitas ke depan. Pasalnya, saat ini ada sejumlah daerah yang diduga memanipulasi data inflasi. Padahal, data ekonomi yang rill dari daerah dapat membantu pemerintah di pusat untuk merumuskan solusi ekonomi yang tepat bagi seluruh masyarakat.
Baca Juga: Profil Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang, Putra Bangsa yang Ahli Dalam Bidang Perkapalan
Menurutnya, kepala daerah yang melakukan gaming the system terkait dengan manipulasi data inflasi sangat berbahaya untuk pengambilan keputusan karena data yang kurang tepat. Langkah yang perlu diambil dengan lakukan punishment kepada daerah yang melakukan manipulasi data melalui pencabutan insentif atau bahkan penurunan DAU.
“Cara lainnya penggunaan teknologi big data memantau dan mencatat data transaksi di suatu wilayah, sehingga akurasi bisa lebih mudah diperoleh serta dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran pemerintah,” saran Teguh.
Dekan FEB itu menyampaikan, pemerintahan Prabowo memang tengah hadapi sejumlah tantangan dalam sektor ekonomi. Misalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat, deflasi Indonesia sebesar 0,12 persen pada September 2024.
Deflasi ini menjadi yang kelima berturut-turut sepanjang tahun berjalan dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo sebelumnya.
Menurutnya, kondisi tersebut menjadi indikator pendapatan atau uang di masyarakat semakin sedikit atau pendapatannya menurun. Salah satu pendorongnya karena pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sekitar 53.993 tenaga kerja di-PHK per Oktober 2024.
Baca Juga: Jejak Karier Muliaman Darmansyah Hadad, Pernah Urus Bank Indonesia Hingga Jadi Duta Besar