Suara.com - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menunda penanganan salah satu kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) NTB.
Hal ini disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon usai memberikan pemaparan tentang mitigasi risiko potensi permasalahan hukum dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 bersama KPU di Mataram, Selasa (22/10/2024).
"Tadi kan sudah saya sampaikan, baru satu saja (tunda), kami telah melakukan penundaan terhadap proses anggota DPRD yang terlibat dalam persoalan hukum. Tadi sudah saya sampaikan begitu," kata Enen Saribanon.
Perihal kasus yang masuk penundaan selama kontestasi Pilkada Serentak 2024 di NTB ini tidak dijelaskan Kepala Kejati NTB, termasuk identitas dari oknum anggota DPRD yang terlibat dalam kasus tersebut.
Baca Juga: Cek Fakta: Hakim Ketok Palu, Harvey Moeis Bebas
Namun, dari rangkaian penanganan hukum yang berjalan di Kejati NTB, terungkap ada salah satu kasus dugaan tindak pidana korupsi yang turut menetapkan seorang anggota DPRD sebagai tersangka.
Kasus itu berkaitan dengan dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) tahun 2021–2022 pada dua kantor cabang Bank Syariah Indonesia di Kota Mataram.
Dari penanganan kejaksaan telah ditetapkan enam orang tersangka dengan salah seorang di antaranya anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah periode 2024–2029 berinisial M.
Dalam kasus tersebut, tersangka M berperan sebagai offtaker atau pembeli hasil ternak sapi milik kelompok ternak yang tercatat sebagai nasabah penerima dana KUR.
Kepala Kejati NTB menyampaikan bahwa pihaknya yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pilkada Serentak 2024 di bawah Bawaslu NTB, sejauh ini belum menerima laporan persoalan hukum pilkada.
Baca Juga: Terungkap! Harvey Moeis Punya Mobil Porsche Langka yang Cuma Diproduksi 1.948 Unit di Dunia
Meskipun belum ada, namun Enen memastikan pihaknya membuka ruang kepada masyarakat untuk pelaporan. Apabila menemukan ada indikasi pelanggaran, masyarakat bisa melaporkan hal tersebut kepada pihak kejaksaan, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
Sebagai aparat penegak hukum yang kini garis koordinasinya berada langsung di bawah presiden, Enen sebagai Kepala Kejati NTB meminta kepada pihak penyelenggara Pilkada untuk bersikap transparan dalam pengelolaan anggaran pemilu.
"Saya sampaikan tadi bahwa pengelolaan anggaran KPU itu tidak termasuk dalam kategori rahasia yang dikecualikan, sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Jadi, penggunaan dan pengelolaan keuangan Pilkada bisa diakses oleh siapa pun, termasuk oleh wartawan. Tidak dikecualikan harus ditutup," ujar Enen.
Untuk potensi pelanggaran yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, khususnya dalam persoalan pengelolaan anggaran, Enen memastikan hal tersebut tidak berbeda perbuatan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran negara pada umumnya.
"Misalnya, kegiatan-kegiatan fiktif, adanya pemalsuan di dalamnya, faktanya di dalam pekerjaan dan administrasinya yang tidak sesuai. Kemudian ada potensi suap dan gratifikasi, biasa, seperti itu," ucapnya. (Antara)