Suara.com - Presiden Prabowo Subianto diminta tetap bersiap untuk merespons sejumlah tantangan ekonomi yang akan dihadapi. Meski kondisi ekonomi Indonesia saat ini diklaim masih baik dan stabil, namun bukan tidak mungkin akan terjadi suatu tantangan di masa depan.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto juga menyebutkan kalau kondisi perekonomian Indonesia sampai saat ini masih baik dan stabil, tetapi harus mulai meningkatkan kewaspadaan.
"Perlu langkah-langkah strategis untuk merespons penurunan harga (deflasi) selama 5 bulan berturut, penurunan sekitar 9,5 juta orang kelas menengah, terjadinya PHK, dan ditambahkan kondisi ketidakpastian di luar negeri. Waspada lebih baik daripada terlena,” kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/10/2024)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Joko Widodo, Airlangga Hartarto, sebelumnya menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia terjaga solid. Kondisi itu ditandai dengan inflasi rendah dan stabil, namun volatile food diturunkan ke level rendah. Kondisi pasar keuangan Indonesia pun relatif terjaga.
Baca Juga: Baru Juga Dilantik, Amien Rais Minta Prabowo Ganti Gibran Dalam Tiga Bulan karena Ini
Nilai tukar rupiah juga relatif lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia lainnya yakni -1,05% year to date. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat bertumbuh 3,94 persen ytd, bahkan mencapai all-time high pada level 7.905,39 pada 19 September 2024 lalu. Rating investasi Indonesia pun positif.
"Di sisi lain, sejumlah tantangan dihadapi pemerintah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi Indonesia sebesar 0,12 persen pada September 2024. Deflasi ini menjadi yang kelima berturut-turut sepanjang tahun berjalan dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo," ungkap Teguh.
Menurutnya, kondisi tersebut menjadi indikator pendapatan atau uang di masyarakat semakin sedikit atau pendapatannya menurun. Salah satu pendorongnya karena pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sekitar 53.993 tenaga kerja di-PHK per Oktober 2024.
PHK tersebut sebagian besar terjadi di industri manufaktur dengan 3 provinsi mencatatkan angka terbesar yaitu Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta. Jumlah penduduk kelas menengah yang selalu dibanggakan sebagai salah satu kemajuan ekonomi pun menurun.
BPS mencatat persentase penduduk kelas menengah berdasarkan pengeluaran telah menurun dari 21,4% pada 2019 menjadi 17,1% pada 2024.
Baca Juga: Prabowo 'Lupakan' Jasa PDIP di Bali? Pengamat: Reshuffle 2 Tahun Lagi
Selain itu, konflik geopolitik di Eropa antara Rusia-Ukraina masih menjadi tantangan bagi perekonomian global. Hal itu diperparah dengan perang di kawasan Timur Tengah yaitu masalah Israel-Palestina yang kian melebar ke negara-negara di sekitarnya. Teguh lanjut menjelaskan, berbagai tantangan tersebut harus segera diantisipasi dari sekarang.
"Harapannya antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah baru bisa menciptakan rebound pertumbuhan ekonomi pada 2025," ujarnya.
Dekan FEB UI itu menyarankan kebijakan jangka pendek bisa dengan penundaan implementasi PPN 12 persen serta perluasan bantuan sosial untuk kelompok kelas menengah yang terkena PHK. Setelah itu, jangka panjang, pemerintahan Prabowo-Gibran diminta fokus pada penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal.
Selain itu, kata dia, dana bantuan sosial sampai saat ini masih dibutuhkan bukan hanya bagi kelompok ekonomi bawah. Namun bantuan sosial diperlukan juga bagi kelas menengah yang terkena PHK agar mereka tidak jatuh miskin.
"Dalam konteks saat ini, penyaluran bantuan sosial non tunai dan melalui by name dan by address adalah salah satu solusi yang baik agar tidak terjadi kebocoran," ujarnya.
Bisa juga penyaluran bantuan sosial dilakukan dengan ditawarkan seperti melalui skema on demand application. Di mana kelompok kelas menengah dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan bantuan sosial ketika mereka terkena PHK.