Suara.com - Presiden Prabowo Subianto telah melantik jajaran Menteri dan wakil Menteri pada Kabinet Merah Putih. Namun, tidak ada satu pun nama kader PDI-P yang ditunjuk sebagai menteri dalam kabinet tersebut.
Pengamat politik, I Nyoman Subanda menilai hal tersebut disebabkan oleh masih abu-abunya posisi PDI-P terhadap pemerintahan Prabowo.
Meski Puan Maharani menyatakan PDIP akan mendukung pemerintahan Prabowo, namun tidak hadirnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada pelantikan Prabowo-Gibran dinilai menjadi simbol PDIP untuk menjaga jarak dengan kekuasaan.
“Kalau itu yang terjadi (Megawati tidak hadir pelantikan), memang berarti PDIP berusaha untuk mengatur jarak dengan kekuasaan, mungkin karena masih ada Jokowi di situ,” ujar Subanda kepada Suara.com pada Selasa (22/10/2024).
Baca Juga: Mimpi Prabowo Subianto: Indonesia Berlaga di Piala Dunia, Bisakah Terwujud?
Terlebih, pertemuan antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo yang sebelumnya direncanakan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden juga tidak terjadi.
Namun demikian, Subanda tidak menutup kemungkinan PDIP akhirnya akan mendukung dan berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo. Sebab, menurutnya koalisi bisa terjadi kapan saja sepanjang periode pemerintahan.
Namun, Dosen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) itu menilai jika koalisi itu terjadi, PDIP tidak akan langsung dimasukkan ke jajaran kabinet begitu saja.
Akademisi kelahiran Singaraja ini menilai susunan kabinet yang baru juga memerlukan waktu untuk membangun struktur organisasi dan program.
Terlebih, dengan adanya 48 kementerian dan beberapa pemecahan kementerian juga menjadikan posisi kementerian masih akan berjalan mencari stabilitas dalam kurun enam bulan ke depan.
Baca Juga: Pemerintahan Prabowo Hadapi Tantangan Ekonomi, Ini Sejumlah Saran Ekonom UI
“Sekarang dengan banyaknya departemen pasti penjajakan. Mungkin 6 bulan ini masih menata struktur organisasi, sehingga sangat tidak masuk akal kalau langsung dievaluasi, tutur Subanda.
Subanda memproyeksikan jika reshuffle kabinet baru akan terjadi dalam waktu sekitar dua tahun. Karena proses evaluasi kinerja menurutnya baru akan dilakukan setelah satu tahun menjabat.
Sehingga, dalam waktu tersebut baru ada kemungkinan bagi PDIP untuk memasukkan kadernya ke dalam kabinet Prabowo. Termasuk juga dengan kemungkinan memasukkan kadernya yang berasal dari Bali mengingat tidak adanya jabatan Menteri yang dipegang oleh tokoh Bali pada kabinet tersebut.
“Menteri kan sudah terbentuk ya, kalau sekarang dalam perjalanan mungkin (PDIP) tidak (masuk kabinet. Tapi dalam berikutnya kan tidak tentu dalam 1-2 tahun ke depan bisa jadi,” tuturnya.
“Setelah satu tahun baru dievaluasi, dikasih kesempatan setahun lagi. Logikanya kalau penggantian atau reshuffle semestinya setelah dua tahun,” imbuh Subanda.
Tak Ada Menteri dari Bali
Seperti diketahui, perwakilan menteri dari Bali di pemerintahan sejak zaman Soekarno hingga Joko Widodo selalu ada. Namun, dari 48 daftar nama menteri yang menjabat di kabinet Merah Putih Prabowo saat ini tidak ada satu pun yang berasal dari Bali.
Representasi dari Bali baru ada pada dua orang wakil menteri yang berasal dari Bali. Mereka adalah Wakil Menteri Kependudukan Keluarga, Isyana Bagoes Oka dan Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa.
Menurut Subanda, secara umum pemilihan menteri dan wamen pada kabinet tersebut cukup berimbang.
Pejabat yang dipilih dinilai memenuhi aspek profesionalisme dan juga memenuhi aspek kepentingan partai.
Selain itu, juga terdapat keseimbangan komposisi antara daftar pejabat yang berasal dari generasi muda dan sosok-sosok yang kaya pengalaman. Selain itu, tokoh-tokoh yang masuk dalam kabinet Prabowo juga dinilai merepresentasikan seluruh wilayah di Indonesia.
“Kabinet ini juga mengadopsi antara profesionalisme dan politik dalam artian mengadopsi kepentingan partai,” urainya.
Spoil System yang Kuat
Ada dua kemungkinan yang menyebabkan tidak adanya satu pun menteri yang berasal dari Bali. Ia juga menilai masih ada spoil system atau pemilihan berdasarkan adanya kedekatan personal atau partai pengusung.
Sehingga, beberapa pejabat dipilih Prabowo berdasarkan kontribusinya dalam memenangkan dirinya saat Pilpres lalu.
“Karena memang Pak Prabowo saat ini mengutamakan spoil system berdasarkan kontribusinya kepada proses kemenangan (Pemilu) kemarin dan profesional,” tuturnya.
Meski begitu, Prabowo-Gibran sejatinya berhasil meraih suara terbanyak di Bali saat Pilpres lalu. Bahkan, mereka berhasil mematahkan capaian paslon usungan PDIP yang selalu meraih suara terbanyak di Bali dalam setiap Pilpres.
Sehingga bila belum ada tokoh dari Bali yang menurut penilaian Prabowo memiliki kemampuan yang cukup untuk menjadi menteri.
“Kemungkinan orang yang dianggap sangat relevan, mempunyai kapabilitas, mempunyai kapasitas untuk itu masih kalah kuat daya tariknya dengan tokoh yang lain,” imbuhnya.
Sementara, Subanda menilai penunjukan Isyana dan Puspa sebagai wakil menteri juga dinilai berdasarkan spoil system. Dia menilai kemungkinan adanya kedekatan antara Prabowo dengan kedua tokoh tersebut atau dengan partai pengusungnya.
Dia mencontohkan Isyana Bagoes Oka yang juga diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan dinilai sebagai sosok yang cukup populer.
“Dalam konteks (wakil menteri dari) Bali ini pendekatannya cenderung spoil system. Artinya ada kedekatan chemistry, atau kedekatan dengan partai pengusung,” ujarnya.
Jika dibandingkan pada dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, saat itu ada nama Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga yang menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UMKM periode 2014-2019 dan I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak periode 2019-2024.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda