Suara.com - Anggota Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jessenia Destarini Asmoro merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang menyebut Tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat.
Dia menyebut pernyataan Yusril itu telah megelegitimasi hasil penyelidikan yang pernah dilakukan oleh Komnas HAM terhadap tragedi tersebut.
“Pernyataan Yusril tersebut juga mendelegitimasi dan menegasikan hasil penyelidikan pro-yustisia Komnas HAM yang sudah menetapkan peristiwa-peristiwa kekerasan pada 1998 sebagai pelanggaran berat HAM,” kata Destarini kepada Suara.com, Selasa (22/10/2024).
“Peristiwa-peristiwa tersebut ada Tragedi Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, dan Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II,” tambah dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan hanya ada 4 dari 17 kasus pelanggaran HAM berat sejak Reformasi 1998 yang dibawa ke pengadilan HAM sementara sisanya masih mengalami kendala lantaran perbedaan tafsir antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Menuru dia, pemerintah tidak pernah mencari solusi atas kendala yang terjadi tetapi justru mengaburkan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat, khususnya yang terjadi di masa lalu.l
“Pernyataan Yusril tersebut menambah deret panjang upaya pemutihan negara,” ujar Destarini.
Dia juga menyoroti program Astacita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rababuming Raka yang tidak memuat penuntasan hukum pada kasus pelanggaran HAM berat.
“Hal ini menunjukkan ketidakmauan Negara untuk menuntaskan pelanggaran berat HAM,” tegas Destarini.
Baca Juga: KontraS: Cuma Menteri, Yusril Tak Berwenang Tentukan Pelanggaran HAM Berat
“Program Astacita tersebut kini semakin dikuatkan dengan pernyataan bermasalah yang disampaikan oleh Yusril,” tandas dia.