Suara.com - Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ada banyak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Salah satunya pengesahan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK).
UU itu dinilai sebagai wujud komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
RUU KIA menjadi inisiatif dari DPR yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui Surat Nomor B/12490/LG.01.01/2022 pada 30 Juni 2022.
Pengertian KIA itu tercantum dalam Bab I Pasal 1 Ayat (1) dalam UU tersebut. Yakni, suatu kondisi yang menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak dalam keluarga yang bersifat fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual, sehingga dapat mengembangkan diri secara optimal melalui adaptasi, hubungan, pertumbuhan, afeksi, dan pemecahan sesuai fungsi sosial dalam perkembangan kehidupan masyarakat.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), ibu dan anak di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan. Seperti angka kematian ibu yang tinggi saat melahirkan, angka kematian bayi, dan permasalahan stunting.
Kehadiran UU tersebut lantas memberikan hak-hak kepada ibu yang sedang jalani proses kehamilan hingga melahirkan dan masa menyusui agar memiliki waktu yang cukup bersama anak.
Dalam UU diatur hak cuti bagi ibu pekerja yang baru melahirkan agar bisa istirahat selama selama 6 bulan dengan tetap memperoleh gaji dari tempat kerjanya. Suami juga mendapatkan izin cuti agar bisa mendampingi istri.
Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, telah menyatakan bahwa pengaturan-pengaturan dalam UU KIA tidak bertentangan dengan aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya.
Baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), maupun Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
“Kami telah memastikan bahwa apa yang diatur dalam UU KIA tersebut terutama yang kaitannya dengan ibu yang bekerja yang melahirkan, menyusui, dan keguguran serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran, tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja,” katanya.
UU KIA mengatur, ibu pekerja yang melahirkan berhak atas upah yang dibayar penuh untuk 3 bulan pertama dan bulan keempat. kemudian 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
Selain itu, mereka yang mengambil cuti tersebut tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan aturan-aturan ketenagakerjaan.
UU KIA juga mengatur penjaminan terhadap kesejahteraan untuk anak. Dalam UU KIA diatur tentang Fase 1000 Hari Pertama Kehidupan terdiri atas 9 bab dan 46 pasal yang di antaranya mengatur hak dan kewajiban, tugas dan wewenang, penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, dan lain sebagainya.
Disebutkan dalam Bab II Pasal 4 UU KIA, bahwa ibu harus mendapatkan pelayanan kesehatan sebelum dan saat kehamilan, serta saat dan pasca melahirkan.
Ibu juga memperoleh jaminan kesehatan sebelum dan masa kehamilan, saat dan setelah melahirkan, serta mendapatkan pendampingan dari suami dan/atau keluarga ketika melahirkan atau mengalami keguguran.