Suara.com - Artis Sandra Dewi kembali dihadirkan di persidangan sebagai saksi perkara korupsi yang menjerat suaminya, Harvey Moeis. Di persidangan dia menjelaskan perihal asal muasal 88 tas mewah yang disita penyidik Kejaksaan Agung.
Hal itu dia sampaikan saat Sandra Dewi menyampaikan keterangannya sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Pada sidang tersebut, Sandra Dewi menegaskan bahwa 88 tas mewah yang dimilikinya tidak dibelikan oleh suaminya, Harvey Moeis yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menanyakan detail pembelian 88 tas mewah yang disita Kejaksaan Agung itu kepada Sandra Dewi.
"Saksi, hafal nggak detailnya mengenai 88 tas tersebut?" kata Hakim Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
"Ada yang hafal, ada yang enggak Yang Mulia, kan 10 tahun," jawab Sandra.
"Seandainya kita tanyakan mana, ada nggak yang dibelikan oleh Terdakwa Harvey Moeis?" lanjut hakim.
"Tidak ada," sahut Sandra.
Sandra Dewi lantas mengatakan, 88 tas branded itu diperoleh dari hasil endorsement melalui media sosial yang dilakukannya sebagai public figure. Jaksa lantas mengklarifikasi satu per satu tas branded tersebut.
Baca Juga: Kembali Diperiksa di Sidang Harvey Moeis, Sandra Dewi Bakal Bawa Sejumlah Dokumen Penting, Apa Itu?
"Atau kita satu persatu sampai angka 88?" tanya hakim.
"Semua tidak ada yang dibeli cuma kalau untuk tokonya saya harus lihat dulu Yang Mulia," timpal Sandra.
"Enggak, maksudnya perolehannya sama kan?" tambah hakim.
"Betul," sahut Sandra.
"Saudara sebagai endorst kan?" ucap hakim.
"Iya," timpal Sandra.
Dalam kasus ini, Harvey Moeis disebut melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasional PT Timah serta 27 pemilik smelter swasta lainnya untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwi atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.
Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan permintaan kepada sejumlah perusahaan penambang timah swasta untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar USD 500-750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa atas nama PT Refined Bangka Tin, dengan total Rp420 miliar.
Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut menerima uang panas Rp420 miliar dari tindak pidana korupsi tata niaga wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.
“Memperkaya Harvey Moeis, dan Helena Lim setidak-tidak ya Rp420 miliar” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).