Suara.com - Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara kembali diserang Israel pada Sabtu waktu setempat, demikian dilaporkan Wakil Menteri Kesehatan Gaza dr. Yousef Abu Rish.
“Lantai atas RS Indonesia menjadi sasaran tembakan artileri Israel,” kata Abu Rish yang memastikan terjadinya serangan usai menghubungi langsung staf medis RS tersebut.
Sebagaimana pernyataan tertulis dari organisasi kemanusiaan MER-C di Jakarta, Abu Rish mengatakan bahwa suara tembakan terdengar selama panggilan tersebut berlangsung.
Selain menembaki RS Indonesia, pasukan Zionis juga dilaporkan menyerang sekelompok pengungsi yang bertahan di gerbang rumah sakit, kata pejabat Gaza itu.
Baca Juga: Israel Gunakan Kelaparan Sebagai Senjata? Pelapor PBB: Gaza di Ambang Bencana
“Ada kepanikan besar di antara pasien dan staf medis,” ucap dia.
Sementara itu, Direktur RS Indonesia dr. Marwan Al-Sultan menyatakan bahwa serangan Israel yang mengenai lantai atas bangunan tersebut menyebabkan listrik padam.
Direktur RS mengatakan, serangan tersebut membahayakan nyawa 40 pasien serta 15 staf medis yang masih bertahan di RS Indonesia.
Akibat serangan tersebut, pihak Kementerian Kesehatan Palestina kembali menyerukan semua staf medis di rumah sakit sedunia untuk menyelenggarakan aksi solidaritas dengan RS di Jalur Gaza dan menyatakan penolakan atas genosida Israel terhadap rakyat Palestina.
Serangan Israel ke RS Indonesia itu terjadi di tengah pengepungan Gaza Utara oleh pasukan Zionis selama hampir dua pekan sejak 5 Oktober lalu.
Di tengah pengepungan itu, tentara Israel memerintahkan tiga RS di Gaza Utara yang masih aktif – salah satunya RS Indonesia – untuk segera melakukan evakuasi ke arah selatan.
Pasukan Zionis itu mengancam akan menghancurkan RS dan menangkap orang-orang di dalamnya apabila perintah tersebut tak diindahkan.
Perintah evakuasi tersebut memaksa dua relawan MER-C yang bertugas di RS Indonesia Gaza Utara mengungsi ke Deir Al-Balah, Gaza Tengah, demi keselamatan mereka.
Saat ini, terdapat empat relawan MER-C yang masih bertahan di Jalur Gaza untuk tugas kemanusiaan. Menurut Kementerian Luar Negeri RI, mereka adalah WNI terakhir yang masih bertahan di daerah tersebut. (Antara)