Satryo Soemantri Brodjonegoro menjadi salah satu tokoh yang diundang oleh Presiden RI terpilih Prabowo Subianto untuk berkunjung ke kediamannya di Kartanegara pada Senin (14/10/2024). Sosoknya digadang-gadang akan mengisi salah satu posisi kementerian dalam kabinet pemerintahan Prabowo - Gibran. Bagaimana sepak terjang karier Satryo Soemantri Brodjonegoro?
Suara.com - Memiliki latar belakang yang kuat pada bidang pendidikan tinggi serta pengalaman luas dalam reformasi pendidikan, Satryo diyakini sebagai kandidat yang potensial untuk mengisi peran penting dalam pemerintahan Prabowo. Dia dinilai tengah dipertimbangkan sebagai kandidat Menteri Pendidikan Tinggi.
Karier Satryo Soemantri Brodjonegoro
Profesor Satryo Soemantri Brodjonegoro merupakan akademisi. Pria kelahiran Delft, Belanda pada 5 Januari 1956 ini juga pernah menjabat sebagai Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada periode 2018-2023.
Baca Juga: Cerita Presenter Ni Luh Puspa Dapat Tawaran Jadi Wamen, Singgung Nama Mayor Teddy
Satryo menjabat sebagai anggota AIPI sejak tahun 2008. Sosoknya menjadi keanggotaan Komisi Ilmu Rekayasa serta Kepakaran Mechanical Engineering. Sebelumnya, Satryo Soemantri Brodjonegoro menjabat sebagai Wakil Ketua AIPI pada periode tahun 2013-2018.
Profesor yang masuk dalam 49 tokoh yang diundang oleh Prabowo itu berhasil meraih gelar Ph.D di bidang teknik mesin, University of California, Berkeley, USA pada tahun 1985. Setelah lulus, ia mulai bergabung di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dilansir dari laman AIPI, selama menjadi ilmuan, Satryo telah menulis tulisan ilmiah mencapai lebih dari 99 publikasi.
Di ITB, Satryo tak hanya menjadi dosen, namun juga memegang beberapa posisi penting. Pada tahun 1992, ia resmi diangkat sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB. Dengan posisinya itu, Satryo mulai menginisiasi proses evaluasi diri yang kemudian diadopsi ITB dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Karier Satryo S. Brodjonegoro berlanjut hingga menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada periode 1999-2007. Selama menjabat, ia menginisiasi beberapa reformasi penting dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satunya, pada Desember 2000, Satryo mengambil langkah signifikan dengan mengubah institusi pendidikan tinggi besar menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Kebijakan yang diambil ini bertujuan untuk memberikan otonomi lebih besar dalam pengelolaan institusi pendidikan tinggi. Sehingga diharapkan bisa meningkatkan kualitas serta daya saing perguruan tinggi di Indonesia. Selama berkarier, Satryo juga dikenal mempunyai perhatian khusus terhadap peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi agar lebih kompetitif saat bersaing di dunia kerja.
Baca Juga: Raffi Ahmad Hingga Gus Miftah Tak Ikut Pembekalan Calon Wamen, Batal Dapat Jabatan Dari Prabowo?
Selain menjalani karier di Indonesia, Satryo juga mempunyai pengalaman internasional yang cukup luas. Ia kerap diundang sebagai dosen tamu di bidang teknik mesin di Toyohashi University of Technology, Jepang, sambil tetap menjadi dosen di ITB.
Tak hanya mengajar, Satryo juga terlibat dalam proyek internasional. Salah satunya saat ia bergabung dengan tim Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam perencanaan gedung fakultas teknik Universitas Hasanuddin di Gowa.
Kontribusi Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam dunia akademik dan kebijakan pendidikan tinggi terus berlanjut sampai saat ini. Ia mengemban jabatan sebagai Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada periode 2018-2023, setelah sebelumnya jadi anggota AIPI sejak tahun 2008 dan Wakil Ketua AIPI pada masa 2013-2018.
Berbekal pengalaman dan keahlian yang luas tersebut, tak heran bila Satryo menjadi kandidat yang potensial untuk posisi di kabinet pemerintahan baru, terlebih pada bidang yang berkaitan dengan pendidikan tinggi serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Itulah rekam jejak karier Satryo Soemantri Brodjonegoro. Sosoknya kini santer disebut tengah dipertimbangkan sebagai kandidat Menteri Pendidikan Tinggi di kabinet Prabowo-Gibran.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari