Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, pihaknya juga mendalami kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari perkara ini.
“Untuk ini masih didalami oleh penyidik. TPPU tentunya dapat diterbitkan sprindiknya untuk menjangkau aset-aset yang sudah di alih namakan, sudah dialih bentuk, yang mana itu menyulitkan penyidik untuk penyelamatan aset atau aset recovery pada surat perintah penyidikan yang terbit,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (18/10/2024).
Jika semua aset bisa dipulihkan atau recovery, Tessa menyebut pihaknya tidak perlu mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk perkara TPPU.
Baca Juga: Bela Alexander Marwata, KPK Tegaskan Pertemuan Dengan Eko Darmanto Untuk Terima Laporan
“Jadi terbitnya surat perintah penyidikan untuk TPPU ini pada prinsipnya untuk menjangkau atau pengembalian pemulihan aset yang sudah di alih bentuk atau alih namakan,” tandas Tessa.
Sekadar informasi, PT ASDP membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp1,3 triliun. Dengan begitu, PT ASDP kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola.
Namun, KPK mengungkapkan bahwa ada masalah dalam proses akuisisi perusahaan swasta itu, yaitu kondisi kapal-kapal tersebut yang diduga tidak sesuai spesifikasi. KPK mentaksir kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp1,27 triliun.
Berdasarkan informasi dari sumber yang diterima Suara.com, para tersangka dalam kasus ini terdiri dari Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry MAC, Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, dan Pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie.