Suara.com - Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, yang dikenal sebagai otak di balik serangan 7 Oktober 2023, telah tewas dalam sebuah operasi militer oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengonfirmasi kematian Sinwar pada Kamis lalu. Serangan yang memicu perang di Gaza ini telah menimbulkan ketegangan internasional, dengan berbagai pemimpin dunia merespons tewasnya salah satu pemimpin kelompok militan tersebut.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyatakan bahwa kematian Sinwar membuka peluang bagi masa depan Gaza tanpa kekuasaan kelompok militan.
"Yahya Sinwar adalah penghalang yang tidak teratasi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Penghalang itu kini telah tiada, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ujar Biden.
Baca Juga: Pasca Kematian Pemimpin Hamas, Siapa yang Layak Menggantikan Yahya Sinwar?
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menyebut tewasnya Sinwar sebagai bentuk keadilan bagi para korban.
"Di bawah kepemimpinannya, Hamas melancarkan serangan teror yang menghancurkan dan menyerang warga sipil di seluruh wilayah. Hari ini memberikan sedikit keadilan bagi para korban dan keluarga mereka," kata Trudeau.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga menyoroti peran Sinwar dalam serangan yang menewaskan banyak korban, termasuk 48 warga negara Prancis.
"Hari ini, saya memikirkan dengan emosi para korban dan orang-orang terkasih mereka. Prancis menuntut pembebasan semua sandera yang masih ditahan oleh Hamas," ujar Macron.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengecam Sinwar sebagai seorang pembunuh kejam yang ingin menghancurkan Israel dan rakyatnya.
Baca Juga: Respon Amerika Serikat Usai Kematian Yahya Sinwar, Joe Biden: Ini Adalah Hari yang Baik Bagi Israel
"Sinwar membawa kematian dan penderitaan yang tak terhitung di seluruh wilayah," ujarnya, seraya menuntut Hamas untuk segera melepaskan semua sandera dan mengakhiri penderitaan rakyat Gaza.
Sementara itu, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa kematian Sinwar menandai berakhirnya masa pemerintahan terornya.
"Saya percaya bahwa ini adalah saat yang tepat untuk memulai fase baru: saatnya semua sandera dibebaskan, gencatan senjata segera diumumkan, dan rekonstruksi Gaza dimulai," kata Meloni.
Respons serupa datang dari Menteri Pertahanan Inggris, John Healey, yang menegaskan bahwa ia tidak akan meratapi kematian seorang pemimpin teror seperti Sinwar.
"Ia bertanggung jawab atas serangan teror 7 Oktober yang menjadi hari paling gelap dan mematikan bagi rakyat Yahudi sejak Perang Dunia II," ujarnya.
Di sisi lain, Pemimpin Mayoritas Senat AS, Chuck Schumer, berharap kematian Sinwar membuka jalan untuk negosiasi damai dan membawa pulang para sandera.
"Saya berdoa agar eliminasi Sinwar dapat membuka jalan bagi segera pulangnya semua sandera dan mengakhiri permusuhan yang memastikan keamanan rakyat Israel," ungkap Schumer.
Pernyataan tegas juga datang dari Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon.
"Pasukan IDF telah mengeliminasi Yahya Sinwar, arsitek utama dari pembantaian 7 Oktober. Tidak ada teroris yang kebal dari tangan panjang IDF," ujarnya.
Tewasnya Yahya Sinwar menjadi salah satu titik penting dalam konflik Israel-Palestina yang terus memanas, memicu reaksi global dan harapan akan berakhirnya kekerasan di wilayah tersebut.